PELALAWAN, SAWIT INDONESIA – Komponen masyarakat Riau mengutuk tindakan penggusuran lahan petani sawit oleh PT Nusa Wana Raya, perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Gondai Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau. Konflik ini telah menjadi perbincangan di tingkat nasional karena merugikan kepentingan ratusan keluarga petani.
Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan, Marsiaman Saragih meminta konflik ini tidak mengorbankan rakyat kecil. Pasalnya berdasarkan keterangan warga, mereka sudah puluhan tahun menggarap kebun sawit yang berada di Gondai.
“Kita tidak setuju kalau lahan plasma KKPA ini ditumbangi. Saya kemari setelah ada laporan warga dan organisasi petani. Fraksi mengutus saya datang kesini,” kata Marsiaman Saragih Selasa (22 Januari 2020) saat bertemu ratusan petani di lokasi.
Legislator Dapil II Riau ini menjelaskan permasalahan eksekusi lahan oleh perusahaan HTI akan dilaporkan ke Presiden Jokowi. Ia yakin Presiden Jokowi akan membela warga dan segera bertindak.
Merujuk Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 bahwa apabila masyarakat sudah mengerjakan lahan minimal 20 tahun maka akan diberikan hak milik kepadanya.
“Ini warga sudah tinggal sejak 1998. Berarti sudah 20 tahun. Artinya memang ada hak warga, apa sertikat atau bagaimana terserah nanti gimananya,” ucap Marsiaman.
Marsiaman berencana melaporkan persoalan ini kepada Presiden Jokowi untuk mengimplementasikan Keppres 88/2017 supaya diberlakukan di Riau. “Jadi kita berharap lahan di Gondai ini jadi yang pertam. Untuk itu hentikan dulu penumbangan tersebut,” lanjutnya.
Saat ini eksekusi lahan sawit masih terus berlangsung dan langsung dilakukan penumbahan secara ganas. Eksekusi lahan sawit merupakan pelaksanaan dari putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018. Total area yang segera dieksekusi adalah 3.323 hektar.
Putusan MA dimenangkan PT Nusa Wana Raya (NWR) setelah sebelumnya di tingkat Pengadilan Negeri dimenangkan oleh PT Peputra. Ribuan lahan sawit yang dieksekusi selama ini dikelola oleh petani KKPA sebagai Plasma dan perusahaan PT PSJ selaku perusahaan inti sawit warga. Operasi penumbangan sudah berlangsung selama 6 hari.
“Terlihat jelas kepanikan warga atas eksekusi lahan yang masih terjadi saat ini. Harapan warga, penumbangan dihentikan. Jadi saya minta perihal surat kepemilikan lahan dari warga. Jadi saya harap warga tenang, bekerja seperti biasa. Saya yakin lahan warga tidak dieksekusi,” imbuhnya.
Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO mengapresiasi kesigapan dan respon Marsiaman Saragi, Anggota Komisi XI DPR RI dan Zukri Wakil Ketua DPRD Riau atas krisis kemanusiaan ini.
“DPP APKASINDO mengutuk keras tindakan sewenang-wenang PT NWR ini. Tidak punya hati mereka karena ini bukan persoalan menang atau kalah di Kasasi M. Tapi masalah hajat hidup saudara kami sesama petani sawit Indonesia, dalam hal ini Petani KKPA Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti di Kab Pelalawan,” jelasnya.
Gulat mengatakan petani sudah berusaha selama 20 tahun dan ini dijamin oleh Pepres 88 Tahun 2017 dan diperkuat oleh Inpres No 6 2019 tentang rencana aksi nasional (RAN) Kelapa Sawit, dan Program Strategis Nasional TORA melalui P.42/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2019 tentang sumber tanah untuk Objek TORA semua Regulasi ini sangat mendukung proses legalitas kepemilikan lahan ini oleh Petani KKPA.
“Disaat Presiden Jokowi sedang gencar-gencarnya mengangkat perekonomian petani sawit dan menanam Sawit Rakya. Tetapi PT NWR memberangus sawit rakyat,” jelasnya.
Dr. Sadino, SH.,MH, Praktisi Hukum menyatakan tidak mengerti alasan PT NW, Anak Perusahaan Group APRIL ini bernafsu menumbangi sawit dibandingkan mencari solusi lainnya. Penerima konsesi HTI bukan untuk menggusur dan harusnya enclave kalau memang sudah dikelola pihak ke 3 atau masyarakat, hal ini ditegaskan dalam SK LHK tetang pemanfaaatan hutan oleh Perusahaan HTI.
Seperti diketahui bahwa d itingkat PN, Pihak KKPA dan Inti PT Peputra dimenangkan oleh Pengadilan namun kalah di Kasasi M. Saat ini Petani KKPA sedang mengajukan upaya hukum luar biasa, melalui PK dan Proses PK sedang bersidang.
Gulat berpendapat, apabila kelak PK Petani KKPA dan PT Peputra menang di MA berarti PT NWR harus bersiap-siap digugat Petani KKPA dan PT Peputra untuk mengganti semua kerugian.
“Saya perkirakan untuk 3.323 ha ini sekitar 12,4 T ganti ruginya, ini belum termasuk kerugian non material lainnya. Bersiap-siaplah semua yang bekerja dan merekomendasi menumbang sawit tersebut untuk digugat, kami APKASINDO akan menyiapkan 100 orang Saksi Ahli untuk mendukung gugatan ganti rugi tersebut,” pungkas Gulat.
Ia berhitung koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti maupun perusahaan sawit milik inti, semua akan menjadi tinggal kenangan. Sebab dari hitungan saya ada sekitar 50 Escavator yang menumbangi sawit KKPA, jika setiap escavator menumbang 1 pohon butuh 4 menit, maka dengan 50 escavator dalam 1 jam telah menumbang 750 Batang (6 ha). Maka jika diasumsikan satu hari alat berat bekerja 10 jam, berarti sawit yang ditumbang mencapai 60 ha per hari.
Jadi, kegiatan penumbangan 3.323 Ha diperkirakanbbutuh waktu 55 hari. Jika penumbangan per hari ini sudah berlangsung 7 hari, maka tinggal 48 hari lagi Lahan Sawit harapan 524 KK Petani KKPA ini sudah berganti dengan akasia PT NWR.