JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Firman Subagyo, Anggota Komisi IV DPR RI, mengingatkan bahwa kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) bagian kepentingan nasional untuk memperkuat tata kelola dan daya saing industri sawit nasional. Semangat kebijakan ini seharusnya membantu petani sawit dalam rangka mendapatkan sertifikat ISPO. Sebagaimana arahan Presiden Jokowi yang menginginkan kemudahan aturan dan perizinan.
“ISPO jangan bebani petani. Untuk itu, petani perlu dibantu apabila memang diwajibkan. Makanya, regulasi bagi petani disederhanakan. Legalitas (lahan) petani di kawasan hutan segera selesaikan. Solusi persoalan legalitas ini sudah tercantum di RUU Cipta Kerja,” ujar Firman.
Firman menyatakan dirinya sudah mendengar kegaduhan terkait regulasi ISPO termasuk Komite ISPO yang diterbitkan dalam Peraturan Menteri Perekonomian Nomor 257/2020. Oleh karena itu, organisasi sawit baik pelaku industri maupun petani diminta tegas dan berani bersuara.
Dirinya yakin Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, tidak mendapatkan informasi utuh berkaitan ISPO dan mekanisme pemilihan anggota komite di dalamnya. Mengingat Menko Perekonomian sebagai Ketua Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi, sedang fokus penanganan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.
“Pak Menko berupaya menjaga perekonomian negara yang terkena imbas Covid. Berkaitan ISPO ranah kewenangan Deputi Pangan dan Agribisnis. Jangan sampai deputi menyusun kebijakan lalu terjadi moral hazard. Ini harus benar-benar diawasi,” tegas anggota DPR Fraksi Golkar ini.
Kabar adanya kepentingan asing dalam ISPO dan hal ini sampai juga ke Komisi IV DPR RI. Ia menegaskan tidak boleh ada intervensi asing di dalamnya. Sawit sebagai komoditas strategis Indonesia harus dijaga. Karena banyak negara lain yang tidak suka peranan sawit dalam perdagangan minyak nabati global.
Hal serupa disampaikan oleh Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), bahwa hakekatnya ISPO itu murni karya anak bangsa maka tidak boleh ada kepentingan asing apalagi informasinya sampai didonasi oleh lembaga asing.
“Indonesia itu produsen CPO terbesar dunia, masa sih dapurnya ISPO diatur-atur oleh asing. Dimana rasa nasionalisme Tim Perancang ISPO tersebut. Apalagi memaksakan ISPO kepada tanpa upaya konkrit membantu petani untuk menuju ISPO.Sudah 7 bulan berlalu (Perpres) ISPO berlaku tapi tidak ada progress untuk membantu petani dengan segudang permasalahannya,” pinta auditor ISPO ini.
Gulat berharap dengan pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI kini petani menunggu langkah konkrit Komite ISPO untuk membantu Petani.
Sebagai informasi, di dalam website Palm Oil Monitor terbitan April 2019 disebutkan bahwa UK-AID memberikan hibah kepada Yayasan Kehati, organisasi pelestarian lingkugan hidup, sebesar Rp 22 miliar atau US$ 1,2 juta. Dana ini ditujukan membenahi ISPO sebagai bagian program pengurangan emisi.