JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Setelah aksi keprihatinan petani sawit yang merespon Undang-Undang anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR/ European Union Deforestation Regulation), pada Rabu (29 Maret 2023) di Jakarta. Petani sawit bermaksud menyerahkan petisi aksi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Setelah berkomunikasi melalui WhatsApp ke Pramono Anung, petani sawit dijadwalkan perwakilan diterima pada 31 Maret 2023 jam 10.00 WIB di Ruang Kerja Menteri Sekretaris Kabinet, Istana Presiden. Perwakilan Petani yang mengantar Surat Petisi Petani sawit Indonesia ke Presiden Jokowi adalah KH Rusli Ahmad, SE., MM (Ketua Umum Santri Tani-NU).
Adapun lima point surat Petisi Petani Sawit Indonesia kepada Presiden Jokowi, antara lain meminta Bapak Presiden Jokowi untuk (1) Melakukan Upaya Diplomasi dan lobi supaya Komisi Uni Eropa Mencabut penargetan “EUDR” terhadap Petani Sawit Indonesia karena EUDR itu adalah diskriminatif; (2) Melakukan upaya diplomasi dan lobi supaya Dewan/Komisi Uni Eropa Mencabut pelabelan “Risiko Tinggi” untuk minyak sawit karena ini akan menjadi stigma negative terhadap tanaman kelapa sawit; (3) Melakukan Upaya Diplomasi dan lobi supaya Dewan Uni Eropa Menghormati dan Mengakui Standar ISPO Indonesia serta Peraturan terkait sawit Indonesia; (4) Permintaan Maaf Uni Eropa secara tertulis kepada jutaan petani sawit atas atas terbitnya “EUDR” yang diskriminatif; (5) Mempercepat program intensifikasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan penyelesaian status lahan petani sawit yang masih di klaim dalam kawasan hutan oleh Kementerian LHK.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi yang sudah menerima Petisi petani sawit Indonesia melalui Menteri Sekretaris Kabinet Indonesia,” ujar T. Rusli Ahmad.
Dalam pertemuan tersebut seperti diceritakan Rusli Ahmad, Pramono Anung mengucapkan terimakasih atas perhatian dari lima asosiasi petani yang mendukung penuh upaya pemerintah untuk memperjuangkan ketidaksesuaian EUDR dengan kondisi sesungguhnya di Indonesia.
“Pramono Anung juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah mengetahui aksi yang dilakukan oleh petani sawit dan akan menyampaikan petisi ini langsung ke Presiden Jokowi, ujar Rusli Ahmad menirukan pernyataan Bapak Pramono Anung.
Rusli Ahmad secara khusus menyampaikan kepada Pramono Anung perihal masuknya Kawasan Hutan ke Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat.
”Hanya Presiden Jokowi yang dapat menyelesaikan sengkarut klaim Kementerian LHK tentang Kawasan hutan ini dengan pendekatan Affirmative Action (tujuan tertentu dengan kekhususan sasaran) atau dengan menggabungkan Kementerian Kehutanan dan Pertanian, ini permohonan kami,” ujar Rusli Ahmad.
Dikatakan Rusli, lambannya penyelesaian klaim Kawasan hutan ini menjadi kerugian yang besar bagi petani sawit dan negara Indonesia.
“Kita masih punya kesempatan dan waktu untuk mengajak dunia supaya Komisi UE merubah EUDR tersebut paling tidak menghilangkan pasal-pasal yang akan memiskinkan petani sawit. Memang benar EUDR sudah disyahkan, tapi ingat EUDR tersebut masih dalam pembahasan tatacara penerapannya, dan final pada akhir Desember 2024. Sedangkan aturan EUDR diberlakukan untuk semua produk pada Juli 2025,” tegas Rusli Ahmad.
Rusli menjelaskan bukan hanya Indonesia yang dirugikan akibat EUDR ini, tapi juga dunia, termasuk 27 negara anggota Uni Eropa juga akan merasakan dampak negatifnya. Belum diberlakukan saja pada 2 minggu terakhir harga CPO sudah terjun bebas dan tentu hal ini berdampak langsung kepada harga TBS petani, dimana sebelumnya sudah sempat menyentuh Rp3.000/kg, dua minggu terakhir sudah dikisaran Rp2.100/kg. Ini sangat berbahaya jika tidak diantisipasi karena ekonomi Indonesia sangat bergantung kepada industry hulu-hilir sawit.
“Semoga dengan aksi keprihatinan ini dunia lebih memahami apa sebenarnya yang dipermasalahkan oleh petani sawit. Seluruh Santri di penjuru Indonesia mendoakan aksi keprihatinan ini berdampak positif minggu depan kepada hasil tender harga CPO secara global di Rotterdam dan Bursa CPO Dunia dan tentunya hal ini akan mendongkrak harga TBS Petani. Aamiin,” ujar T Rusli Ahmad.
Perwakilan petani sawit tersebut adalah APKASIND0 (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), ASPEK-PIR (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat), SAMADE (Sawitku, Masa Depanku), Santri Tani Nahdlatul Ulama, dan FORMASI (Forum Mahasiswa Sawit) Indonesia yang berasal dari perwakilan 22 provinsi sawit Indonesia.
Sebagai catatan Komisi Uni Eropa telah menyetujui untuk memberlakukan Undang-undang anti deforestasi EUDR (EU Deforestation Regulation) pada 6 Desember 2022 lalu. Ketentuan ini akan mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan dimana salah satu pasalnya mengelompokkan sawit sebagai tanaman beresiko tinggi. Undang-undang tersebut akan efektif berlaku Akhir Desember 2024.
Sebelum pengesahan, berbagai lobi-lobi sudah dilakukan oleh Asosiasi petani sawit dan juga pemerintah. Namun Parlemen UE tetap ngotot mengesahkan EUDR tersebut.
Sebelumnya di kantor Duta Besar Uni Eropa, Aksi petani sawit yang sempat mengejutkan dan kepanikan dari Kedubes UE akhirnya diterima oleh Wakil Dubes UE yang membawahi 27 Negara. Utusan yang berjumlah 7 orang dipersilahkan masuk ke ruangan Dubes UE.
Penyerahan Petisi langsung diterima oleh Wakil Dubes UE disaksikan oleh beberapa orang staf Kedubes UE. Walau awalnya Wakil Dubes UE tampak tegang, namun semua berlangsung dengan lancar. Dan Wakil Kedubes UE mengucapkan terimakasih atas pendapat yang disampaikan tentang EUDR melalui Petisi ini, terkhusus pelaksanaan aksi yang berjalan secara tertib dan tidak mengganggu lalu lintas.
Dalam sambutannya, Wakil Dubes UE berjanji segera akan menyampaikan petisi ini ke Brussel untuk segera ditanggapi. Pertemuan tersebut berlangsung sekitar 30 menit dan perwakilan aksi meninggalkan ruangan Kedubes UE.
Aksi selanjutnya adalah dilaksanakan di Kantor Kementerian Luar Negeri yang langsung diterima langsung olehDirektur Kerjasama Amerika-Uni Eropa, Nidya Kartikasari dan dua orang Direktur lainnya. Perwakilan yang jumlahnya 25 orang dipersilahkan memasuki aula Kantin Diplomasi.
Setelah mendengar pemaparan perwakilan petani sawit, Nidya Kartikasari menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia tetap melakukan upaya-upaya lobi perihal EUDR tersebut dan tentunya harapan petani sawit adalah harapan Indonesia.
Nidya mengatakan bahwa isu ini sangat penting karena memang 42% sawit Indonesia (dari luas total 16,38 juta ha) adalah dikelola oleh Petani sawit dan saat ini minyak sawit adalah komuditi strategis Indonesia.
“Kami sangat menghargai dan menghormati upaya yang sudah dilakukan oleh perwakilan petani sawit khususnya dalam memperjuangkan hak-hak petani sawit dan ini merupakan bagian dari diplomasi petani sawit,” urainya.