Jakarta, SAWIT INDONESIA Kementerian Pertanian (Kementan) melaporkan perkembangan terkini terkait program tumpang sisip padi gogo di area perkebunan, termasuk lahan kelapa sawit. Adapun hingga saat ini, ada empat provinsi yang realisasi penanaman padi gogonya cukup tinggi, yaitu Kalimantan Barat (Kalbar), Banten, dan Sumatera Utara (Sumut).
“Realisasi padi gogo per tanggal 10 Juni 2024 ini ada beberapa yang sudah dicapai. Yang tertinggi di Kalbar 6.000 hektare, Banten 4.900 ha, Sumut 4.700 hektare, dan NTT 4.306 hektare,” ujar Ketua Tim Kerja Direktur Kelapa Sawit dan Aneka Sawit, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Tulus Tri Margono dalam “Strategi tumpang sisip padi gogo di perkebunan kelapa sawit,” yang disiarkan kanal Youtube CybexTV, dikutip Jumat (14/6/2024).
Lebih lanjut, Tulus mengungkapkan banyak lahan Perkebunan saat ini tidak bisa ditanami. Alhasil, Kementan pun memangkas target tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan yang semula 500.000 hektare menjadi 287.404 hektare.
“Jadi, sekarang targetnya kita menurun dari 500.000 hektare jadi 287.404 hektare,” kata Tulus.
Penurunan ini berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 265/Kpts/OT.050/M/06/2024 tentang Satuan Tugas Antisipasi Darurat Pangan bertanggung jawab mengawal program Penambahan Areal Tanam.
Dengan adanya pengurangan ini, Tulus beharap target tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan bisa lebih mudah tercapai dan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia terpenuhi.
“Saya harap, penyuluh dan petani dengan adanya ini semoga capaian akan lebih bisa tercapai,” ujarnya.
Kendati demikian, Tulus tidak menampik, untuk mencapai target penanaman padi gogo di lahan perkebunan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena ini juga bergantung pada minat petani.
“Jadi memang bahwa sudah kita ketahui pekebun sawit ini sebenarnya orangnya bisa dibilang malas atau sebenarnya tidak malas, ya, rajin sih cuman karena panennya itu sekitar sebulan dua kali jadi kadang petani selain panen ya paling hanya melihat apakah ada gulma atau tidak,” kata dia.
“Paling juga tiga bulan sekali ke lahan untuk melakukan pengendalian gulma. Kemudian pemupukan paling satu tahun hanya dua kali, sehingga sudah biasa seperti itu,” sambung Tulus.
Menurut Tulus, kebiasan seperti ini harus diubah terutama pekebun yang melakukan peremajaan. Sebab, sawit masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ini memerlukan perawatan yang intensif.
“Jadi, pertama kita perlu melihat (kebun) paling tidak setiap hari. Kita ajak petani merawat sawit di masa TBM ini dengan sambil menanam, sehingga petani datang selain merawat kebun juga merawat padi,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan relevansi program sisip padi gogo. Sebab, saat ini kondisi pangan dunia sedang tidak baik-baik saja, terutama dengan bahan pangan pokok.
Khusus di Indonesia, lanjut dia, data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras nasional menurun signifikan. Pada 2023 produksi beras hanya 30,2 juta ton, sedangkan tahun sebelumnya 31,5 juta ton. Artinya ada pengurangan produksi lebih dari 1 juta ton. Menurutnya, tren penurunan pun sudah nampak tahun ini.
“Tanda-tanda kekurangan sudah tampak, sejak awal tahun lalu sampai bulan Maret tahun ini, karena kemarau yang berkepanjangan,” katanya.
Padahal, Indonesia kebutuhan beras Indonesia tidak kurang 2,6 juta ton per bulan. Dengan begitu, setiap tahun diperlukan beras konsumsi 31,2 juta ton beras.
“Produksi kita hanya 30,2 juta ton. Berarti untuk konsumsi saja kurang 1 juta ton,” ujarnya.