JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Abdul Rochim, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI, menjelaskan pandemi global COVID-19 membawa paradigma baru new normal dalam kehidupan seluruh manusia di dunia. Suasana New Normal meningkatkan kesadaran akan penguatan imun tubuh dan hygenitas tubuh menjadi prioritas masyarakat Indonesia dan dunia
“Di kala pandemi, produk hilir minyak sawit berupa fitonutrient (Vitamin A dan E) serta personal wash/personal care menjadi diminati pasar DN dan ekspor karena performa tinggi pada harga yang bersaing,” ujar Abdul Rochim, Dirjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian RI.
Optimisme ini disampaikan Dirjen Industri Agro saat memberikan sambutan dalam Dialog Webinar bertemakan “Fitonutrient Sawit untuk Gizi Kesehatan dan Personal Care” yang diselenggarakan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) bersama Majalah Sawit Indonesia, Kamis (25 Maret 2021). Diskusi ini dapat terselenggara berkat dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ia mengatakan peluang ini tercermin dari tingginya volume/nilai ekspor produk hilir dimaksud; menjadi opportunity yang berharga bagi Indonesia sebagai negara produsen CPO/CPKO terbesar di dunia. Dengan demikian, Indonesia telah mengambil peran penting dalam inisiatif global memutus rantai peredaran COVID-19.
Diakuinya, nilai ekspor pada 2020 mencapai US$22,97 Miliar. Kelapa sawit mempekerjakan ±4 juta orang. Selain itu, dapat menghidupi ±16 juta jiwa, terutama di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal. Kelapa sawit juga menyumbang pendapatan negara untuk pembiayaan penanganan pandemi.
“Pemerintah Indonesia melalui Kemenperin menempatkan sektor kelapa sawit sebagai industri prioritas nasional, dengan tujuan meningkatkan nilai tambah komoditi CPO/CPKO menjadi aneka produk yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dunia,” ujar Rochim.
Menurutnya, hilirisasi Industri Kelapa Sawit membutuhkan penguatan inovasi yang berkelanjutan. Pada 2021, jumlah ragam jenis produk hilir Indonesia mencapai 168 jenis produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Pertumbuhan ini sangat pesat dibandingkan tahun 2011 sebanyak 54 Jenis.
“Kami memandang bahwa subbidang industri fitonutrient dan oleochemical mempunyai dinamika tinggi dan daur hidup produk yang relatif singkat. Untuk dapat bersaing pada ceruk pasar yang berputar cepat, pengembangan produk dan inovasi baru yang adaptif terhadap permintaan pasar menjadi tantangan bagi pelaku industri dan pengembang teknologi dalam negeri,” ujarnya.