JAKARTA, SAWIT INDONESIA –Kejaksaan Agung RI (Kejagung) merespon usulan petani sawit yang meminta adanya perbaikan tata kelola harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani.
Sebagaimana disampaikan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) bahwa memang sudah selayaknya masing-masing pihak intropeksi diri. Terkhusus posisi masing-masing pihak (hulu-hilir) sehingga apa yang dituangkan dalam Permentan 01 tahun 2018 tersebut dapat dipedomani. Memang proses revisi permentan tersebut sedang berlangsung, namun para pihak harus duduk satu meja mencari resolusinya.
‘Saya yakin pihak Kejaksaan Tinggi Riau niatnya adalah untuk mendorong mencari solusi menuju perbaikan. Masalah paling utama adalah potongan timbangan TBS di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang sudah tidak aneh lagi mencapai 15% dan potongan BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung) yang besarannya dipatok maksimum 2,63%. Besaran potongan ini diatur dalam Permentan tadi,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, MP,CIMA, Ketua Umum DPP APKASINDO, dalam keterangan tertulis.
Sebagai informasi, BOTL adalah potongan harga TBS Petani sebelum diumumkan ke masyarakat umum saat rapat penetapan harga di tiap-tiap Disbun Provinsi sawit. Di Permentan 01/2018 bahwa potongan BOTL ini dipergunakan untuk cost of money sebesar 1,33% (bunga dan biaya bank, asuransi keamanan pengiriman uang), penyusutan timbangan CPO/PK dalam transportasi 0,30% dan Over head kebun plasma (kegiatan penetapan harga TBS, Pembinaan Pekebun dan pembinaan kelembagaan pekebun) 1,0%, sehingga totalnya maksimum 2,63%.
“Selain BOTL dikenal juga BOL (red-Biaya Operasional Langsung) adalah biaya yang dikeluarkan oleh PKS dalam proses pengolahan TBS menjadi minyak sawit (CPO),” kata Gulat.
Gulat menuturkan bahwa kajian dan konfirmasi keterangan ke berbagai pihak sudah dilaksanakan oleh pihak Kejati Riau sejak September lalu termasuk ke petani sawit, korporasi dan Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Proses meminta keterangan ini sudah berlangsung hampir tiga bulan dan masing-masing pihak sudah memberikan keterangannya sesuai dengan apa yang diketahui, didengar dan dirasakan.
“Hasilnya biarlah pihak kejaksaan Riau yang menyimpulkan. Tujuan Kejati Riau meminta keterangan semua pihak supaya petani sawit mendapatkan keadilan dalam harga TBS. Dengan begitu baik korporasi sawit maupun petani sawit sama-sama menerima porsinya (margin) sesuai dengan haknya masing-masing,” ujar Gulat.
Gulat mengakui hasil kajian Kejati Riau tentang perjalanan BOTL ini sudah mulai dirasakan petani sawit terkhusus di Riau, dimana Tim Penetapan Harga TBS Riau dalam perhitungan biaya BOL dan BOTL setiap hari Senin dan Selasa tiap minggunya sudah lebih rasional dan transparan.
“Sebelumnya sulit sekali perwakilan petani sawit saat rapat penetapan harga mendapatkan data-data yang menjadi rujukan penetapan harga TBS petani. Padahal Permentan mengamanahkan transparan baik invoice penjualan CPO, dasar pengeluaran BOL dan dasar pemotongan BOTL serta pertanggungjawabannya semua diatur prosedurnya,” urai Gulat.
Gulat juga menyampaikan bahwa perihal Permentan 01/2018 kaitannya dengan BOTL dan BOL dimana DPP APKASINDO sudah rapat kordinasi dengan GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) di sela-sela acara IPOC Bali pada awal November kemarin.
“Komunikasi petani sawit dengan GAPKI cukup bagus dan pihak GAPKI Pusat selalu mendengar serta menindaklanjuti keluhan kami Petani ke Anggota GAPKI Cabang Provinsi, hanya permasalahannya tidak semua korporasi sawit anggota GAPKI”, lanjut Gulat.
Gulat mengharapkan adanya keterbukaan dalam rapat Tim Penetapan harga TBS di Riau saat ini, murni karena campur tangan dari Kejati Riau melalui pengkajian tata cara penetapan BOL dan BOTL. Dan dalam waktu dekat kami DPP APKASINDO, akan menyurati Jaksa Agung, supaya mempertimbangkan penugasan semua Kejati di Provinsi sawit supaya melakukan pendampingan saat rapat penetapan harga TBS dan memonitor pembelian harga TBS Petani di 1.118 PKS seluruh Indonesia, sebagaimana yang sudah dimulai oleh Kejati Riau.
Harga TBS Petani di Riau pada satu bulan terakhir sudah berangsur naik seiring semakin transparannya tatacara perhitungan penetapan harga TBS. Karena memang pada prinsipnya baik BOL maupun BOTL adalah sama-sama beban terhadap harga TBS Petani. Artinya, semakin kecil BOL dan BOTL, maka semakin terdongkrak harga TBS Petani. Indikator ini dapat dilihat dengan naiknya harga TBS Petani di Riau sejak masalah BOL dan BOTL ini dikaji oleh Kejati Riau. Jadi kenaikan harga TBS Riau turut disumbang dengan semakin tertibnya administrasi tatacara penetapan harga TBS di Dinas Perkebunan Riau.
Per Oktober ini, harga CPO ada kenaikan yang cenderung stabil, tapi harga TBS Penetapan Disbun Riau cenderung bergerak naik. Naiknya harga TBS ini langsung berdampak kepada naiknya NTP (nilai tukar petani) bulan Oktober menjadi 143,86 di Riau, dari bulan sebelumnya (Sept) 139,27.
Fenomena dikajinya penetapan harga TBS di Disbun Riau, telah menjadi yurisprudensi bagi 21 Provinsi sawit lainnya di Indonesia karena telah membuka mata semua pihak bahwa ada beberapa poin dalam BOL dan BOTL tersebut yang bisa dihemat untuk mendongkrak harga TBS Petani.
“Beban petani sawit cukup tinggi karena di saat harga pupuk sudah naik sampai 300% dan apalagi Kementerian Pertanian sudah tidak mengalokasikan lagi pupuk subsidi untuk petani sawit. Tentu pengehematan dan pengefisienan BOL dan BOTL akan sangat berarti bagi kami petani sawit, sekalipun itu hanya dapat mendongkrak Rp50-150/kg TBS. Namun jika dihitung sejak awal Oktober sampai tanggal 9 November, harga TBS Petani sawit di Riau sudah terdongkrak rerata Rp350-Rp450/kg TBS untuk semua kelompok umur tanaman sawit.
“Untuk itu Kami Petani sawit Indonesia menaruh rasa hormat dan bangga kepada Bapak Jaksa Agung Prof. Dr. H. ST. Burhanuddin, SH.,MM, yang sudah memerintahkan Kajati Riau untuk langsung mengkaji keluhan Petani sawit tentang tata cara penetapan harga TBS di Disbun dan Pembelian TBS Petani oleh semua Pabrik Kelapa Sawit. Perintah Pak Jaksa Agung telah diwujudkan Kejati Riau dibawah kepemimpinan Bapak Dr. Supardi, SH.,MH. Tanpa ketegasan dan pengalaman Pak Kajati Riau, mustahil dikaji persoalan yang sudah 4 tahun berlalu ini,” ujar Gulat.
“Semoga apa yang sudah dilakukan oleh Pak Kajati Riau, dapat menjadi inspirasi Kajati lainnya sehingga kesejahteraan ekonomi petani sawit dapat semakin terwujud sebagaimana keinginan Presiden Jokowi terhadap 17 juta Petani sawit dan Pekerja sawit,” pungkas Gulat.