Dr. Purwadi, Ketua Pusat Sains Kelapa Sawit
Tokoh Sawit Indonesia Award Lifetime Achivement, adalah tokoh sawit yang mendedikasikan hidupnya di bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Pria asal Yogyakarta ini adalah Rektor Instiper Yogyakarta periode 2009-2019. Saat ini menjadi Direktur Pusat Sains kelapa Sawit Instiper (PSKS-Instiper) dan mulai 2022 menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Kader Perkebunan Yogyakarta (YPKPY).

Komitmen dan dedikasinya inilah yang menjadikan dirinya sebagai tokoh yang mendapatkan penghargaan Lifetime Achivement Award 2022 dari Majalah Sawit Indonesia. Karya-karya di bidang pengembangan Pendidikan untuk SDM sawit telah mendapat apresiasi banyak pihak baik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan rakyat. Melalui pemikiran dan kepemimpinan di Instiper telah menghasilkan SDM-SDM unggul untuk perkebunan kelapa sawit tersebar hampir diseluruh perusahaan perkebunan SDM formal lulusan Pendidikan tinggi baik S1, S2, dan Diploma 1, SDM dari pelatihan mulai dari mandor, teknisi pabrik, asisten kebun dan mill sampai manager dan GM untuk perkebunan kelapa sawit.

Bersama BPDP-KS dan para pihak lainnya juga menginisisasi program-program SDM Sawit. Mulai beasiswa Pendidikan sawit bagi anak petani sawit, pelatihan Petani dan kelembagaan Petani, Pelatihan Guru-guru SMNK Pertanian terkait sawit, Pelatihan dan sosialaisasi sawit kepada murid-murid SMU dan SMK dan mahsiswa. Sebagai senior policy analist sekaligus Direktur PSKS banyak memberikan pemikiraan-pemikaran dan dipublikasi di media, dan terakhir sukses menginisiasi dan menyelenggarakan sebuah forum nasional bergengsi dan untuk pertama kali yaitu Forum Sawit Indonesia (FoSI 2022) di akhir November 2022.

Q: Selamat Pak Pur, atas penghargaan Lifetime Achievement Award 2022 dari majalah Sawit Indonesia. Semoga bisa memacu untuk berkarya lebih besar pada masa-masa selanjutnya.

P: Terima kasih atas apresiasi berupa penghargaannya dari Majalah Sawit Indonesia, semoga penghargaan ini juga untuk Instiper Jogya dan AKPY yang telah menjadi ladang berkarya dan menjadi berkah bagi semua khususnya perkelapa-sawitan di Indonesia

Q: Pak Pur,  kita mulai dari cerita ringan dulu, barangkali bisa diceritakan masa kecilnya?

P: Masa kecil saya seperti anak-anak lain, suka main bola dan sering menjadi kapten kesebelasannya. Saya anak tertua dari tujuh bersaudara. Anak pedagang, bapak dan ibu saya Pendidikan Sekolah Rakyat (SR-SD) sampai kelas 3. Saya menyelesaikan pendidikan SD di kampung, kalau pulang sekolah suruh bantu orang tua menjaga kios.

Q: Setelah SD, Pak Pur melanjutkan pendidikan menengah dimana?

P: SMP 1 dan SMA 1 di kota kabupaten Magetan, Pendidikan tinggi di Instiper dulu namanya STIPER, Sekolah Tinggi Perkebunan. Setelah itu, menempuh pendidikan S2 dan S3 di Universitas Gadjah Mada. Penuh syukur, bisa sekolah sampai S3. Sedangkan, orang tua lulusan SR kelas 3.

Selepas lulus sarjana sempat bekerja di perkebunan karet di Jawa Barat. Atas rekomendasi dosen pembimbing, disarankan untuk mendaftar sebagai dosen. Lalu mulai berkarya sebagai dosen agribisnis, selesai S2 ditugaskan sebagai salah satu kepala Biro. Setelah menyelesaikan S3, empat tahun berikutnya menjadi Rektor saat itu usia 48 tahun. Saat ini menjadi ketua Yayasan YPKPY (Yayasan Pendidikan Kader Perkebunan Yogyakarta).

YPKPY adalah Yayasan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi INSTIPER Yogyakarta dan Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta, “Community College” perkebunan satu-satunya di Indonesia. Baik Instiper dan AKPY saat ini menjadi pendidikan tinggi bidang perkebunan khusus nya sawit terbaik di Indonesia yang diselenggarakan oleh YPKPY.

Q: Baik, sekarang kita fokus ke karya-karya dalam perjalanan profesionalnya?

P: Sebagai dosen seperti dosen lainnya berkaya mengajar, lalu dapat kesempatan tugas belajar namun seringkali mendapat kepercayaan tugas-tugas kepanitaan, hampir semua kepanitaan yang ada di Instiper saya pernah dipercaya menjadi ketua, ini membantu saya juga saat saya dipercaya menjadi Rektor. Saat selepas S3 sering diminta menjadi narasumber baik lokal, nasional maupun internasional dan tenaga ahli di beberapa Lembaga khususnya bidang pembangunan perkebunan, dan setelah menjadi Rektor, berkesempatan berkarya lebih banyak.

Khusus untuk perkelapasawitan mulai fokus sejak 2005, saat memikirkan untuk membuat terobosan baru model pendidikan yang baru agar Instiper keluar dari zone krisis, karena jumlah mahasiswa dalam tren menurun yang drastis. Saat itu hampir semua perguruan tinggi pertanian kurang diminati sejak adanya krisis 1998.

Q: Bagaimana gagasan awal untuk membuat Pendidikan Pertanian kompetensi khusus sawit?

P: Sebagai Ketua Harian Pengurus Pusat Kainstiper, saya ditugaskan Ketua Umum untuk memikirkan merancang model pendidikan yang dapat membantu Instiper keluar dari krisis. Oleh karena itu dipikirkan, Instiper harus keluar dari cara pikir lama dan model pendidikan lama dan mencari cara-cara baru dan model pendidikan yang baru.

Pada saat itu kesempatan kerja yang besar di perusahaan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit. Perusahaan perkebunan membutuhkan karakter khas “planter” bukan sarjana pertanian biasa, dan tentunya dengan kompetensi dan ketrampilan yang dibutuhkan. Istilahnya dulu, SDM siap pakai, siap kerja. Lha, model pendidikan yang umum gagal untuk menyediakan SDM yang siap kerja, dan kami memandang ini peluang.
Pertama, menyediakan SDM siap kerja harus dibekali pengetahuan dan ketrampilan khusus maka kurikulum bersifat umum harus diganti dengan muatan khusus yang lebih banyak, untuk mengembangan ketrampilan lulusan harus di magangkan. Kedua, regulasi belum memberikan kebebasan untuk itu, khususnya kebebasan menata kurikulum, maka perlu “uji nyali”. Uji nyali untuk meyakinkan internal maupun eksternal.

Pada akhirnya Instiper bisa mulai meyakinkan bahwa model ini lebih pas dengan kebutuhan SDM bagi perusahaan, dan kita nekat, dan diam-diam menyelenggarakan model baru ini, dan diberikan “brand” Sarjana Perkebunan Kelapa Sawit (SPKS), untuk memperkuat program ini Instiper bekerjasama dengan PT Astra Agro Lestari Tbk, dimana program pemagangan angkatan pertama sebanyak 55 orang dilaksanakan di PT AAL.

Program ini memperoleh kepercayaan luar biasa, dan 4 tahun kemudian, Instiper bekerjasama dengan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk untuk mengembangkan sarjana kompetensi khusus untuk pabrik kelapa sawit. Maka jadilah program tambahan yang baru yaitu Sarjana Teknik Industri kelapa Sawit (STIK). Dengan kerjasama Instiper PT AAL dan PT Smart, program-program ini berjalan sukses dan mendapat kepercayaan yang luas dari perkebunan-perkebunan sawit lainnya. Pengembangan berlanjut dan memunculkan program Sarjana Teknologi Pengolahan Kelapa sawit (STPK) dan Sarjana Manajemen Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit (SMBP).

Q: Bagaimana pandangan bapak untuk sawit dalam kurun waktu 25-50 tahun ke depan?

P: Ketergantungan produk-produk hilir berbasis sawit dan daya saing sawit saat ini, akan menumbuhkan upaya-upaya untuk mengurangi ketergantungan dari sawit, akan mendorong inovasi bagi pihak lain untuk menemukan produk alternatif yang memiliki kemampuan yang sama atau lebih baik dan daya saing yang sama atau lebih kompetitif. Maka jika kita diam, masuk zone nyaman dan hanya berbangga-bangga, rasanya hanya tinggal waktu sawit menjadi produk dengan daya saing seperti saat ini. Apa yang harus dilakukan? Pertama, Sawit adalah bisnis berbasis sumberdaya alam, utamanya lahan sebagai titik awal aktivitas proses bisnisnya, bisnis sawit adalah bisnis jangka panjang, setidaknya 25 tahun dan akan lebih baik bisa dilakukan sepanjang masa sampai 50 hingga 75 tahun dengan replanting. maka pemerintah perlu memberikan jaminan dan kepastian hukum terkait “lahan” sebagai aset dasar dan utama, baik itu lahan petani maupun lahan korporasi.

Kedua, era kelimpahan SDA dan TK murah sudah tidak bisa lagi dijadikan keunggulan komparatif untuk mempertahankan daya siang, maka perkebunan kelapa sawit harus melakukan transformasi tatakelola dengan memanfaatkan kelimpahan sumberdaya teknologi baik itu mekanis-digital, khemis dan biologis dan sumberdaya SDM milleneal.

Ketiga, nilai tambah produk hilir sawit sangat besar, pada level industri ke 5 bisa meningkat hingga puluhan kali. Inovasi untuk hilirisasi di dalam negeri harus terus dipacu dengan kecepatan tinggi, selagi sawit sedang sangat dibutuhkan. Jika inovasi lambat berkembang, maka pemerintah bisa memberikan iklim investasi yang bagus untuk menarik industri-industri hilir berbasis sawit relokasi ke Indonesia, sambil terus-menerus melakukan inovasi. Jangan menunggu pelaku industri negara lain menemukan jalan alternatif untuk mememukan tanaman substitusi, produk substitusi yang dapat bersaing dengan sawit. Keempat, dalam konstelasi keberlanjutan jangka panjang, peran pemerintah untuk untuk membuat kebijakan promosi dan proteksi yang “clear, clean and consistent “ melalui semangat “governance” sangat diperlukan. Jika hal ini bisa terwujud, sawit akan terus berjaya sepanjang masa, untuk kemakmuran Indonesia.

(Selengkapnya Majalah Sawit Indonesia Edisi Desember 2022).

Share.
Exit mobile version