JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Apical dan Kao Corporation menyepakati kerjasama pembangunan fasilitas produksi fatty acid di Dumai, Riau, pada pekan lalu. Walaupun Apical belum berpengalaman memproduksi fatty acid, mengapa Kao memilih Apical sebagai mitra joint venturenya?
Kerjasama senilai US$ 85,1 juta atau Rp 1,14 triliun bertujuan mengamankan bahan baku produk perawatan tubuh dan produk rumah tangga Kao seperti shampo, deterjen, dan pembersih muka.
Kanya Laksmi, Pengamat Industri Oleokimia, mengatakan fatty acid punya peluang bisa diolah lebih lanjut yang lebih beragam dan lebih murah. Sementata itu, fatty alcohol lebih ke arah high end product.
“Sebenarnya permintaan fatty alcohol juga besar tetapi hanya limited party yang berani beli.Dan spec yang dibutuhkan sangat tergantung prose berikutnya seperti kosmetik,” kata Kanya yang juga aktif di kepengurusan GAPKI.
Yang menarik, mengapa Kao menggandeng Apical sebagai partner untuk menghasilkan produk fatty acid? Lantaran, sepak terjang Apical dikenal sebagai produsen produk berbasis olein dan biodiesel. Sebagaimana disebutkan dalam situsnya, Apical menghasilkan produk bernilai tambah yang berasal dari CPO, Processed Palm Oil (PPO), dan Processed Palm Kernel Oil (PPKO). Selain itu, perusahaan juga memproduksi gliserin.
Jenis produk yang dihasilkan Apical antara lain bakery fat (Medalia dan Apical), cream fat (Vitas dan Apical), Margarin ( Medalia, Apical, dan Bakeria), butter oil subtitute (marigold dan apical), confectionary fats (vitas dan apical), frying fats (frybest), feed (apical), dan non food (apical).
Selain itu, Apical belum terdaftar menjadi anggota Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (Apolin). “Apical belum menjadi anggota Apolin,” kata Mustafa Daulay, Sekjen Apolin.
Tanpa pengalaman sebagai produsen oleokimia, apakah Apical dapat menghasilkan fatty acid sesuai spesifikasi? Kanya Laksmi berpendapat fatty acid yang dihasilkan kemungkinan dari turunan olein. ” Mereka berarti memanfaatkan over supply turunan CPO bukan PKO (Palm Kernel Oil),” jelasnya.
Namun, Apical diperkirakan tidak akan kesulitan menghasilkan fatty acid. Menurut Mustafa Daulay, fatty acid dapat dari proses sementara fatty alcohol harus diproses lagi.
Dalam keterangan rilisnya, Kao menjelaskan bekerjasama dengan Apical Group yang memiliki perkebunan sendiri serta memproduksi lemak dan minyak. Maka, Kao dapat mengamankan pasokan lebih stabil dari lemak dan minyak bahan dari sebelumnya. Selain itu, Kao Group akan menawarkan lemak dan minyak produk yang berkelanjutan dan berkualitas tinggi serta unik lemak dan minyak derivatif kepada pelanggannya.
Bagi Apical, kerjasama ini sangatlah strategis karena mempermudah akses pasar penjualan produknya.Pasalnya hasil produksi fatty acid mereka langsung diserap oleh Kao.
Kegiatan produksi pabrik joint venture Kao dan Apical ditargetkan mulai tahun 2019. Pabrik ini akan punya kapasitas 100 ribu ton per tahun di lahan seluas 44.000 meter persegi.
Setelah pabrik fatty acid di Dumai mulaj beroperasi diperkirakan mampu tingkatkan kapasitas produksi fatty acid Kao sebesar 130%. Alhasil suplai pasokan fatty acid untuk Kao bisa 60%. Kao telah memproduksi fatty acid di pabrik mereka di Wakayama, Jepang.
Dengan beroperasinya pabrik joint venture Kao dan Apical, pasar fatty acid diperkirakan semakin ketat. Apalagi, Unilever salah satu pengguna terbesar oleokimia juga mengoperasikan pabrik oleokimia yang menghasilkan produk fatty acid, gliserin, dan soap noddle, di Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara.
Kanya menyebutkan dengan berdirinya pabrik oleokimia Unilever membuat pasar industri olekimia semakin bersaing di dalam negeri. Dengan begitu semestinya ongkos bahan baku menjadi semakin murah. (Qayuum)