Petani sawit khawatir penerapan Domestic Price Obligation (DPO) akan memangkas harga TBS. Sejumlah pabrik sawit memanfaatkan kesempatan untuk memangkas harga pembelian. Beruntung pemerintah sigap mengamankan harga.
Terbang dari Pekanbaru ke Jakarta, Dr. Gulat Manurung, merasa gundah setelah mendengar laporan dari anggotanya. Sebelum terbang, ratusan pesan masuk ke gadgetnya. Isinya sama, harga TBS petani turun di sejumlah daerah.
“Saya dapat merasakan kekhawatiran teman-teman petani begitu harga TBS dilaporkan turun. Ini tanggung jawab moral bagi saya,” ujar Gulat saat memimpin rapat pengurus DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
Menjabat Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat mengatakan asosiasinya mendukung kebijakan stabilisasi harga minyak goreng termasuk DMO-DPO. Syaratnya, kebijakan ini tidak boleh menekan harga TBS petani.
Namun sehari setelah DMO-DPO minyak goreng diumumkan. Grup WhatsApp petani sawit riuh dengan informasi penurunan harga TBS semenjak Jum’at malam (28 Januari 2022). Sebagai contoh di Subus salam, PT BSL mengumumkan harga TBS per 29 Januari 2022 turun Rp 1.000/kg menjadi Rp 1.960/kg. Di Rokan Hulu, Riau, harga TBS dari salah satu pabrik turun Rp 1.000/kg menjadi Rp 2.130/kg, dari sebelumnya Rp 3.130/kg.
Gejolak harga sawit mulai terlihat setelah terjadi withdraw atau dianggap batal karena harga tidak sesuai dalam tender sawit PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Inacom pada 28 Januari 2022. Bahkan ada peserta tender mengajukan harga sebesar Rp 8.450/kg.
“Begitu mendengar laporan bahwa pabrik sawit mengumumkan sepihak pemangkasan harga. Senin pagi (31 Januari) langsung terbang ke Jakarta, datang langsung ke Kemendag. Misi saya menjaga harga TBS petani,” papar Gulat.
Pada minggu malam (30 Januari), Gulat sempat menyuarakan keluh kesah petani kepada Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan, dalam rapat virtual. Rapat ini dihadiri sejumlah asosiasi sawit termasuk APKASINDO yang diwakili Gulat Manurung dan Rino Afrino, Sekjen DPP APKASINDO.
Dalam pertemuan tersebut, APKASINDO meminta Kemendag agar mengawasi tender CPO di KPBN Inacom. Agar perusahaan sawit peserta tender tidak semaunya mengajukan harga dengan patokan Domestik Price Obligation (DPO). Gulat mengatakan harga KPBN (Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) Inacom menjadi salah referensi dalam penetapan harga TBS se-Indonesia di tiap provinsi.
“Semua harus berkiblat kepada hasil tender KPBN. Jika ada yang nakal, Pak Menteri tidak perlu berpikir dua kali untuk mencabut izin usaha (pabrik sawit) tersebut karena sudah melanggar Permentan 01 2018 dan Pergub Tata Niaga TBS di tiap provinsi sawit,” urai doktor lulusan Universitas Riau ini.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 124)