JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Komoditas sawit menyelamatkan mata uang rupiah ditengah ketidakpastian ekonomi dan tensi perang dagang AS-Tiongkok.Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI menyebutkan secara teori, pelemahan nilai tukar akan menjadikan bertambah tingginya biaya impor karena semakin mahalnya harga barang yang diimpor bila dikonversikan ke mata uang lokal.
“Sebaliknya, pelemahan rupiah membuat komoditas ekspor lebih tinggi karena membuat harga lebih murah bagi negara pengimpor,” kata Tofan acara diskusi Potensi Ekspor di Tengah Pelemahan Rupiah yang digelar di Jakarta, Rabu (7 November 2018).
Data Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia menunjukkan mata uang rupiah dipatok di angka 14.651 per dolar AS, menguat dari patokan sehari sebelumnya sebesar 14.764 per dolar AS.
Indonesia, dikatakan Tofan, beruntung menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia dan menguasai pangsa pasar terbesar minyak nabati dunia. “Sawit bisa menjadi salah satu solusi bagi negara Indonesia untuk memanfaatkan potensi ekspor dalam pelemahan rupiah yang kini sedang terjadi,”paparnya.
Tofan mengatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki 14 juta hektare perkebunan kelapa sawit dan merupakan produsen minyak sawit tebesar di dunia yang produksi minyak sawitnya mencapai sekitar 42 juta ton, yang 31 juta ton diantaranya terserap di pasar ekspor dunia.
Sejak 15 tahun terakhir, minyak sawit telah menjadi komoditas pemegang pangsa pasar terbesar dalam persaingan minyak nabati dunia. Sawit menghasilkan minyak nabati yang jauh lebih efisien dibandingkan minyak nabati yang lain.
Tofan memaparkan bahwa satu hektare per tahun bisa menghasilkan 4 ton minyak sawit, yang jika dibandingkan dengan minyak bunga matahari, 1 tonnya baru bisa didapatkan dengan 4-5 kali jumlah lahan yang lebih besar daripada sawit.
Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan bahwa CPO memberikan kontribusi yang cukup besar dari total ekspor non migas.
“Padahal ekspor CPO berkontribusi 15% dari total ekspor non migas,” ungkap Bhima.
Oleh karena itu, sawit merupakan pilihan yang tepat bagi pemerintah untuk sektor penyerapan tenaga kerja yang besar, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah, apalagi di saat pelemahan rupiah yang kini sedang terjadi.