Maraknya berita negatif berdampak buruk kepada imej kelapa sawit. Joko Supriyono berpesan supaya berita tersebut tidak perlu diviralkan, bahkan jangan dibaca.
“Saya kalau ada berita negatif, tidak mau buka. Nanti, kalau dibuka semakin viral. Untuk itu, kita perlu kompak dan solid tidak membaca dan memviralkan berita tadi,” tegas Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono dalam diskusi webinar yang diadakan DPP APKASINDO pada pertengahan November 2020.
Ia meminta kerjasama dan kekompakan bersama dalam menghadapi serangan isu negatif. Apa bila, berita tadi dibaca lalu didistribusikan maka semakin viral berita negatif tadi.
“Kalau ada berita jelek, langsung kita sebarkan. Begitu ada berita bagus malahan didiamkan saja. Untuk itu, mari kita balik mulai sekarang. Sebarkan berita positif. Lalu berita jelek (sawit) diamkan saja,” ungkap Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada ini.
Dalam dua bulan terakhir, isu negatif pemberitaan sawit terus menonjol. Terutama berita dari media internasional. Mulai dari kasus tuduhan pembakaran lahan di Papua dan eksploitasi perempuan di perkebunan sawit. Joko berpendapat pemberitaan tadi sudah keterlaluan karena menyudutkan sawit. “Kenapa sawit terus diserang lewat pemberitaan di media internasional,” ujarnya geram.
Untuk itu, Joko menyarankan perlunya kekompakan dan soliditas antara perusahaan dengan petani. Kedua aspek ini merupakan senjata kuat menghadapi persoalan apapun. Yang perlu menjadi perhatian; pertama, mengawal UU Ciptaker supaya benar-benar memberikan solusi. Presiden mengatakan UU Cipta Kerja bertujuan kemudahan berusaha dan lapangan kerja.
“Inilah tujuan utama GAPKI semenjak awal terlibat dalam penyusunan UU Ciptaker. Walaupun tidak 100 persen, usulan kami diterima. Tapi ada beberapa sisi positif dalam regulasi ini,” ujarnya.
Joko mengingatkan tugas mengawal UU Cipta Kerja belum selesai karena masih ada aturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah. Paling tidak, ada 6 Rancangan Peraturan Pemerintah berkaitan industri sawit dalam bentuk draf. “Ini perlu dicermati drafnya. Kita perlu serius terlibat untuk mengawalnya,” pintanya.
Menurutnya masalah paling utama adalah tumpang tindih kawasan hutan. Sejatinya, ada clue menyelesaikan masalah ini tapi belum ada solusi terang benderang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah.
“Dari aspek undang-undang masih ada nuansa ego sektoral. Makanya, tidak boleh ada ego asosiasi karena satu supply chain dan rantai pasok. Mari sama-sama hulu sampai hilir mengawal ini supaya berbagai persoalan bisa selesai. RPP kita perlu berikan masukan supaya semangatnya tidak berubah lagi,” ujarnya.
Joko menambahkan semangat peraturan pemerintah seharusnya mempermudah usaha dan menciptakan lapangan kerja seperti dijabarkan UU Cipta Kerja. “Jika belum menjawab, berarti belum sesuai isi regulasinya. Mari bangun kekompakan untuk mengawal isu ini,” jelasnya.
Ia mengatakan ambisi pemerintah dalam implementasi UU Ciptaker yang semestinya bisa memberi dukungan kepada industri sawit. “Ambisi pemerintah dalam implementasi UU Ciptaker yang semestinya bisa memberi dukungan kepada industri sawit, juga bersifat challenging. Mengaca kepada kisruh yang mengikuti pembahasan aturan tersebut yang dinilai akan mempersulit industri tahun depan,” jelasnya.
Industri Sawit Tidak Eksploitasi Perempuan
Dalam kesempatan terpisah, Joko Supriyono memastikan tidak ada eksploitasi pekerja perempuan di industri kelapa sawit Indonesia. Jika memang ada, itu berarti adanya tindak pidana pelecehan pekerja perempuan, aparat penegak hukum harus mengusut tuntas hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku, karena hal ini merusak citra seluruh industri kelapa sawit di mata publik.
“Kami memastikan bahwa perusahaan sawit yang menjadi anggota GAPKI telah menyediakan lingkungan kerja yang kondusif dan layak bagi para pekerja di perkebunan sawit,” kata Joko Supriyono menanggapi berita dari Associated Press (AP) tentang eksploitasi pekerja perempuan di perkebunan sawit, Kamis (19/11).
Joko mengatakan, anggota GAPKI berkomitmen untuk menerapkan prinsip keberlanjutan sesuai standar dan kriteria ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). “Sehingga GAPKI sedang dan terus mendorong untuk mencapai kepatuhan ISPO (ISPO compliance) bagi seluruh anggotanya,” kata Joko.
Joko mengatakan, melalui kolaborasi multi pihak bersama lembaga pemerintah maupun organisasi internasional di bidang ketenaga kerjaan, GAPKI melakukan upaya berkelanjutan untuk mempromosikan praktik kerja yang layak (decent work). Ada 6 (enam) agenda yang menjadi perhatian GAPKI dan mitra kerjanya: 1) status pekerja; 2) dialog sosial; 3) perlindungan anak dan pekerja perempuan; 4) pengupahan; 5) keselamatan dan kesehatan kerja (K3); dan 6) mendorong pengawasan oleh pemerintah.
GAPKI telah berkolaborasi dengan ILO (International Labour Organisation) dan beberapa LSM internasional lainnya untuk membangun sistem praktik kerja yang layak di sektor perkebunan kelapa sawit. Joko mengatakan, anggota perusahaan yang tergabung dalam GAPKI mematuhi dan memenuhi semua peraturan sesuai dengan Peraturan Tenaga Kerja Indonesia.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 109)