Pemerintah melindungi kelapa sawit sebagai komoditas strategis yang menjadi kontributor devisa dan perekonomian nasional. Hal ini diungkapkan Kepala Staf Kepresidenan RI, Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko saat membuka Webinar Nasional dengan tema strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit, dari Situation Room KSP, Rabu (10 Februari 2021).
Moeldoko menegaskan perkebunan sawit di Indonesia telah menjadi salah satu penghasil devisa pendapatan negara dan cukup dominan dalam berkontribusi terhadap pendapatan negara non-migas, yaitu sekitar 83% dari surplus neraca perdagangan non migas (periode Januari – Desember 2020). Dalam hal ini, kontribusi ekspor sawit tahun 2020 mencapai US$25,60 miliar. Selain itu, kontribusi sawit dari sisi jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 16,2 juta orang.
“Artinya jumlah ini sangat besar dan sektor ini sangat sensitif karena banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor ini,” terang Moeldoko.
Kesulitan para pengusaha dan petani kelapa sawit dalam mendapatkan Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System/ISPO), menjadi perhatian Kantor Staf Presiden (KSP). Bahkan, KSP sudah menyampaikan keluhan tersebut ke Presiden Joko Widodo.
“Apa lagi ini berhubungan dengan jumlah tenaga kerja yang banyak dan petani. Jadi jangan khawatir, apa yang dihadapi pasti ada jalan keluarnya. Pemerintah akan beri kemudahan sebagai solusi,” tutur Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko
Menurutnya, industri sawit tidak sepenuhnya negatif seperti yang dituduhkan banyak pihak selama ini. “Kalau pun ada dampak namun saya katakan tidak negatif sekali. Oleh karena itu, perusahaan dan petani perlu memperbaiki tata kelola dan pengelolaan kebun sawit mereka,” ungkap Moeldoko.
“Karena ini sudah menjadi isu internasional yang terus digaungkan negara maju. Jadi faktor lingkungan bukan hanya keberlanjutan, tapi juga soal asap apa bila ada kebakaran dan seterusnya,” kata pria kelahiran Kediri ini.
Menurutnya, persoalan ini diharapkan menjadi perhatian bersama untuk menghadapi tantangan internasional. Artinya apa? Ketika kita bisa membuktikan bahwa perkebunan sawit Indonesia memperhatikan aspek ini, maka akan mudah kita berargumen,” katanya.
Disinilah pemerintah berperan, dikatakan Moeldoko, dengan membela, melindungi, dan mengembangkan industri ini. Khususnya diskriminasi yang kerap diberikan oleh negara-negara di kawasan Uni Eropa.
Salah satunya, pemerintah Indonesia telah mengajukan gugatan kepada Uni Eropa melalui Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organizations/WTO) pada Desember 2019.
Namun Moeldoko menilai, industri sawit seperti dua sisi mata pisau. Di tengah besarnya kontribusi yang diberikan kepada negara, industri sawit harus berhadapan dengan dinamika mengenai dampaknya pada konservasi keaneka ragaman hayati hutan dan lahan, termasuk flora dan fauna. Oleh karena itu, kata Moeldoko, Presiden menandatangani Perpres No. 44/2020 tentang Sistem ISPO.
Moeldoko pun menegaskan, para pengusaha dan petani kelapa sawit harus paham tujuh prinsip pelaksanaan ISPO tersebut. Di antaranya, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penerapan praktek perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam dan keaneka ragaman hayati. Selain itu juga harus ada tanggung jawab ketenaga kerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisis 112)