KUCHING, SAWIT INDONESIA – Pengelolaan gambut untuk kepentingan budidaya sawit sudah terbukti berjalan bagus di Negara Bagian Serawak, Malaysia. Lewat tata kelola yang baik, kegiatan budidaya di lahan gambut memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar.
Pengalaman ini diceritakan oleh Abdul Hamed Sepawi, Ketua Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association, ketika berbicara 15 th International Peat Congress di Kuching. Menurutnya, tidak ada alasan bagi negara lain untuk takut menanam kelapa sawit di lahan gambut.
“Kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling murah jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya,” kata Sepawi dalam presentasi yang berjudul “Menanam Kelapa Sawit di Lahan Gambut: Pengalaman, Tantangan, dan Peluang”, di Kuching, Selasa (16/8).
Dikatakan Sepawi, Sepawi menjelaskan sejumlah isu dan tantangan yang dihadapi ketika kali pertama mengembangkan kelapa sawit di lahan gambut. Tantangan yang dihadapi adalah perkebunan sawit tersebut harus memenuhi standar MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil) dan kriteria keberlanjutan lainnya.
“Tentu saja diperlukan teknik dan inovasi yang ilmiah untuk mengubah kondisi lahan gambut yang tidak kondusif menjadi sebuah areal untuk pengembangan budidaya, dalam hal ini perkebunan kelapa sawit,” tegas Sepawi.
Walaupun pada awalnya sulit, namun dengan inovasi yang dilakukan, produktivitas tanaman kelapa sawit di lahan gambut Serawak bisa meningkat dari 12 ton tandan buah segar (TBS) per hektar per tahun menjadi 30 ton per hektar per tahun.
“Sekarang semua kerja keras yang kami lakukan membuahkan hasil yang sangat baik. Dan Serawak menjadi contoh sukses pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut,” kata yang juga menjadi salah satu pimpinan di Ta Ann Holding Berhad.
Tantangan terberat berasal dari kritikan dan serangan dari sejumlah LSM asing yang mengusung kepentingan minyak nabati dari Eropa yang semakin sulit bersaing dengan minyak sawit.
Sepawi menambahkan, serangan dan kampanye negatif terhadap kelapa sawit terutama perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, tak ubah seperti cara-cara negara colonial Belanda ketika ingin menguasai perdagangan di daerah jajahannya di Maluku.
Serangan terhadap kelapa sawit yang dengan menggunakan LSM tak ubahnya sikap penjajah di zaman colonial (VOC) dahulu. “Dalam konteks ini, seharusnya para produsen minyak nabati bersatu untuk memenuhi kebutuhan dunia, bukan saling menyerang kelapa sawit,” ujarnya. (Redaksi)
Foto: Tofan Mahdi