JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei mendatang, para pemangku kebijakan industri sawit hadir pada acara Internasional Labour on Palm Oil Conference 2019, dengan tema “Promosi dan Implementasi Kerja Layak (Decent Work) di Sawit Indonesia”, Jum’at (26 April 2019), di Jakarta.
Isu tenaga kerja di industri sawit menjadi tema yang menarik dibahas. Kendati, industri sawit berkontribusi pada devisa terbesar dan menjadi sumber nafkah lebih dari 16 juta pekerja, mampu menggerakkan ekonomi pedesaan, namun kerap saja mendapat tudingan isu negatif, terutama dari pihak Eropa dan Amerika.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Sumarjono Saragih menyampaikan isu negatif yang diarahkan pada industri sawit selalu berubah. “ Jika diamati, sejak tahun 80an dimulai dengan isu minyak sawit mengandung kolesterol, kemudian kebun sawit penyebab polusi dan merusak lingkungan, kebun sawit penyebabnya punahnya orang utan dan biodiversity, industri sawit sebagai penyebab kerusakan iklim dunia, kebun sawit pelaku utama deforestasi dan membuka lahan gambut sehingga terbakar, Dan, sejak 2016 isunya berubah menjadi isu HAM dan pekerja,” ujar Sumarjono, yang menjadi salah satu pembicara.
Lebih lanjut, Sumarjono menambahkan saat ini industri sawit sedang menghadapi tantangan di pasar global. Dan, ada enam tuduhan yang arahkan yaitu status ketenagakerjaan, dialog sosial, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Pekerja Anak, Pengupahan dan Pengawasan Pemerintah.
Mengapa, negara-negara maju terutama Uni Eropa dan Amerika selalu mengkritisi minyak sawit Indonesia, dengan berbagai isu negative yang selalu berubah? Sebenarnya, kondisi ini tidak terlepas dari persaingan minyak nabati yang ada di dunia. Minyak nabati Eropa dan Amerika melawan minyak sawit Indonesia yang tengah menjadi produk minyak nabati nomor satu di dunia.
Terkait dengan isu HAM dan tenaga kerja di industri sawit, Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian juga menanggapi Indonesia sudah mempunyai Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang memiliki tujuh prinsip dan kriteria salah satunya poin kelima yaitu tanggung jawab pada pekerja. ISPO ini wajib dijalankan perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Pada poin tanggung jawab terhadap pekerja, mengatur mulai dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3), membatasi tenaga kerja anak (di bawah umur), memfasilitasi serikat buruh di dalam kerangka memberikan masukkan pada pemerintah bersama membangun kebijakan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Itu sudah ada dalam prinsip ISPO yang secara konsisten harus dijalankan,” pungkas Kasdi, saat memberikan sambutan.
Hal senada juga diutarakan Azis Hidayat, Kepala Sekretariat Komisi ISPO. Prinsip dan kriteria ISPO patuh pada ketentuan UU Tenaga Kerja. “Sehingga perusahaan-perusahaan perkebunan harus meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan pekerja sesuai peraturan perundang-undangan. Dilarang memperkerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Azis.
Azis menambahkan, perusahaan perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak pekerja. Dan, wajib mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan. “Jadi jika ada isu nergatif tenaga kerja di perusahaan sawit, maka ISPO bisa menjawab,” tegasnya.