Untuk mengukur emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gas/GHG), Indonesia sudah mempunyai metodologi standar ISO 14080 yang diakui dunia. Dapat dijadikan panduan bagi perusahaan sawit dalam pengukuran emisi karbon.
Indonesia, patut berbangga pasalnya kini memiliki standar internasional ISO 14080 yang diterbitkan organisasi standar terbesar dunia. Setelah melalui proses panjang pihak ISO menetapkan dan mempublikasikan standar internasional ISO 14080 Greenhouse gas management and related activities – Framework and principles for methodologies on climate actions (Manajemen gas rumah kaca dan aktivitas terkait – Kerangka kerja dan prinsip metodologi pada aksi perubahan iklim) pada 25 Juni 2018.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan organisasi aktif yang mewakili Indonesia dalam mengusulkan standar gas rumah kaca yang terkait perubahan iklim di level dunia. Dan, Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif dari 40 negara. BSN mendapat mandat dalam pengembangan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia sesuai UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian BSN.
Seperti diketahui, permasalahan Gas Rumah Kaca menjadi persoalan bersama dan harus ada solusi yang tepat. Standar internasional ISO 14080 diharapkan sebagai platform untuk melakukan aksi-aksi terkait perubahan iklim. Seperti diungkapkan Y. Kristanto Widiwardono selaku Kepala Pusat Informasi dan Dokumentasi Badan Standar Nasional, pada Jum’at (6 Juli 2018) saat jumpa pers, di Jakarta.
Untuk mengawal kepentingan Indonesia dalam pengembangan standar ini, Indonesia berperan sebagai leader/convenor, project leader dan secretary dalam Working Group (WG) yang ditugaskan mengembangkan standar ISO 14080 yaitu WG 7: Framework Standard. Standar internasional ISO 14080 sebagai prestasi yang dicapai melalui kerjasama antara BSN dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Y.Kristianto Widiwardono menjelaskan bahwa proposal pengembangan standar ISO 14080 dilatarbelakangi target yang dicanangkan Pemerintah Indonesia pada 2010, dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% di 2020, atau sampai dengan 41% apabila mendapat dukungan internasional. Hal tersebut sejalan dengan disepakatinya Paris Agreement, target ini masuk dalam Konteks Nasional Aksi Perubahan Iklim Indonesia yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Kemudian, direncanakan dengan matang untuk mendukung secara langsung implementasi Paris Agreement dalam membatasi pemanasan global dibawah 20 C serta mendukung tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan membantu pemerintah dan pelaku usaha di seluruh dunia.
Rujukan bagi perusahaan
Standar internasional ISO 14080 menjadi guide atau panduan supaya organisasi atau perusahaan membentuk suatu framework untuk menyusun metodologi. Tak terkeculi perusahaan atau industri kelapa sawit yang dituding sebagai penyumbang deforestasi.
Dengan framework yang mengacu pada standar ISO 14080, perusahaan dapat mengembangkan sendiri. Dalam pengembangannya ada beberapa guidelines yang harus diikuti supaya metodologi dapat compatible dengan metodologi yang lain. Standar ini juga membantu mengembangkan kebijakan dan tindakan yang konsisten, kompatibel dan dapat diperbandingkan dalam pengelolaan perubahan iklim.
Lebih lanjut, standar ini dapat digunakan untuk menilai keefektifan aksi perubahan iklim. Tidak hanya instansi pemerintah, swasta pun dapat menggunakan standar ini untuk mengidentifikasi perubahan iklim yang potensial dan dapat dijustifikasi.
Sementara itu, Tri Hendro, Fungsional Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berpendapat dengan dipublikasikannya standar Internasional ISO 14080, industri sawit dapat memilih metode tersebut untuk mengembangkan atau mengelola metodologi perhitungan karbon.