• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Monday, 13 March 2023
Trending
  •  4 Kesepakatan Bidang Energi
  • Menjelang Ramadan Stok Pupuk Bersubsidi Melimpah
  • Lestarikan Hutan Dan Sumber Daya Alam
  • Investor Minta Kepastian Regulasi Impor Barang Modal Tidak Baru
  • Pecahkan Rekor Tertinggi Kinerja Finansial
  • Mengamankan Pasokan Bahan Baku Pupuk
  • Perjuangkan Produk-Produk Unggulan Indonesia dengan Pemangku Kepentingan India
  • Koesni Harningsih, Istri Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko Meninggal Dunia
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Ironi Sawit: Pemerintah Mau Hasilnya, Tapi Tidak Kerjanya
Sajian Utama

Ironi Sawit: Pemerintah Mau Hasilnya, Tapi Tidak Kerjanya

By RedaksiSeptember 20, 20143 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Pertumbuhan perekonomian Indonesia sepanjang dua dekade ini tidak lepas dari sokongan industri kelapa sawit di dalam negeri. Negara dalam hal ini pemerintah sangat menikmati nilai ekonomi kelapa sawit seperti penyerapan tenaga kerja, perdagangan ekspor dan penerimaan pajak. Tak tanggung-tanggung, setiap tahun, penerimaan ekspor dari produk kelapa sawit dapat mencapai Rp 200 triliun sebagaimana data yang dirilis Kementerian Pertanian. 

Manfaat lain dari sawit adalah kemampuannya mampu menciptakan efek multi ganda (multiplier effect) untuk mendorong pemerataan dan peningkatan laju perekonomian di daerah. Dari 34 provinsi di Indonesia, setidaknya 20 provinsi bergantung pendapatan daerahnya dari sektor industri sawit.

Dapat dibayangkan, tanpa sokongan industri sawit maka perekonomian negara ini akan memburuk bahkan kolaps. Sebenarnya, keberhasilan industri sawit untuk bisa tumbuh mulai terbangun semenjak periode 1998 sampai tahun 2008. Dalam periode tersebut, kelapa sawit menunjukkan “taringnya” sebagai kontributor utama perdagangan ekspor di luar minyak dan gas. Tetapi, selama lima tahun belakangan kita dapat merasakan tekanan dan hambatan terhadap industri sawit semakin hebat. Sumber tekanan ini tidak hanya berasal dari kampanye negatif dan regulasi di luar negeri, bahkan datang dari kebijakan dalam negeri.

Baca juga :   Dwi Sutoro dan Eddy Martono Kandidat Ketum GAPKI, Ini Profil Keduanya

Bukannya memperkuat, pemerintah terkesan membiarkan industri sawit untuk berjalan sendiri. Malahan yang terjadi adalah pengembangan kebun sawit dihalangi lewat berbagai macam regulasi seperti pembatasan lahan, moratorium lahan gambut, dan bea ekspor. Di satu sisi, pemerintah ingin meningkatkan pemasukan dari komoditi kelapa sawit lewat kebijakan pajak, tetapi di sisi lain industrinya ditekan secara pelan-pelan. Bahkan yang terjadi, industri sawit ini tidak mendapatkan advokasi maksimal di berbagai forum internasional seperti WTO dan APEC. Tidak heran, industri sawit di masa mendatang dikhawatirkan sebagai “sunset industry” sebagaimana yang terjadi di sektor kehutanan dan baja.

Di sektor baja, struktur timpang antara hulu dan hilir berakibat ketergantungan sumber bahan baku besi baja impor. Padahal, Indonesia mempunyai cadangan biji besi sebesar 1,7 miliar ton yang berpotensi sebagai sumber bahan baku baja. Toh, potensi ini tidak termanfaatkan dengan baik bahkan yang terjadi beberapa tahun lalu niat PT Krakatau Steel untuk memanfaatkan cadangan bijih besi kandas di lapangan. Solusi masalah ini adalah butuh political dan good will pemerintah untuk membereskan kendala di sektor hulu baja. Atau kalau boleh berprasangka buruk, minim niatan pemerintah untuk membangun sektor hulu baja. 

Baca juga :   Dwi Sutoro, Calon Nakhoda Baru GAPKI, Jembatan Industri Dengan Pemerintah

Kondisi serupa dialami sektor kehutanan yang terus terpuruk dari tahun ke tahun. Kejayaan sektor kehutanan pada dekade tahun 1980-an, nyaris tidak menyisakan jejak. Serupa dengan baja, industri pengolahan kayu hutan sulit memperoleh bahan baku hutan alam. Kendati, pelaku hilir memiliki alternatif kayu fast growing tetapi belum dapat menyamai kualitas kayu alam. Belum lagi, munculnya kampanye negatif dan hambatan perdagangan dari negara pembeli. Dengan kontribusi ekspor produk kehutanan sebesar US$ 16 miliar, imbal balik yang diberikan pemerintah tidaklah sebanding kepada pelaku industri kehutanan. Lalu, dimanakah keberpihakan pemerintah untuk memajukan sektor kehutanan?

Baca juga :   GAPKI Butuh Karakter Ketua Umum Visioner, Petarung dan Merah Putih

Pemerintah harus menyadari bahwa industri yang bersifat strategis bagi hajat hidup masyarakat harus diutamakan pengembangannya. Ini artinya, kebijakan yang dihasilkan harus bersifat komprehensif dan terintegrasi supaya terciptanya daya saing di pasar global. Kebijakan fiskal yang bersifat disinsentif di sektor hulu sawit mesti dikaji ulang supaya struktur industri sawit tidak rusak. Kalaupun pemerintah ingin menjadikan kelapa sawit sebagai sektor pemasukan utama, idealnya hasil pemasukan tersebut dimanfaatkan kembali untuk membangun dan menyelesaikan masalah yang dihadapi industrinya. Contohnya saja, kebutuhan pelabuhan khusus CPO di sejumlah sentra industri kelapa sawit tidak kunjung dibangun, kendati ada wacana kebutuhan 5 pelabuhan baru diluar Belawan dan Dumai.

Kalau pemerintah tidak kunjung menuntaskan masalah tersebut, wajar jika muncul pesimisme dan kekhawatiran industri sawit akan turun kontribusinya di masa mendatang. Ada baiknya, kita tunggu pemerintahan kabinet berikut yang berpihak kepada pengembangan industri sawit yang berdaya saing dan berkelanjutan. Tabik (Qayuum Amri)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Dwi Sutoro dan Eddy Martono Kandidat Ketum GAPKI, Ini Profil Keduanya

3 days ago Berita Terbaru

Pesan Bang Joefly Jelang Munas GAPKI XI

5 days ago Berita Terbaru

GAPKI Butuh Karakter Ketua Umum Visioner, Petarung dan Merah Putih

5 days ago Berita Terbaru

Dwi Sutoro, Calon Nakhoda Baru GAPKI, Jembatan Industri Dengan Pemerintah

6 days ago Berita Terbaru

Wilmar Dapat Pujian Dari Wamenaker Terkait Perlindungan Perempuan dan Anak

1 week ago Berita Terbaru

Eddy Martono: Saya Siap Pimpin GAPKI

1 week ago Berita Terbaru

Perusahaan Amerika Serikat Gandeng Apkasindo Hasilkan Cuan dari Limbah Sawit

1 week ago Berita Terbaru

SARASWANTI-TIC Terus BerinovasiDalam Layanan Jasa Penilaian

2 weeks ago Sajian Utama

Imbas Harga Pupuk, Dana Replanting Astra Agro Naik Menjadi Rp 120 Juta/ha

3 weeks ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Majalah Sawit Indonesia Edisi 136

Edisi Terbaru 3 weeks ago2 Mins Read
Event

Diskusi Hybrid Strategi Indonesia Menjadi Barometer Harga Sawit Dunia

Event 2 weeks ago2 Mins Read
Latest Post

 4 Kesepakatan Bidang Energi

44 mins ago

Menjelang Ramadan Stok Pupuk Bersubsidi Melimpah

2 hours ago

Lestarikan Hutan Dan Sumber Daya Alam

3 hours ago

Investor Minta Kepastian Regulasi Impor Barang Modal Tidak Baru

4 hours ago

Pecahkan Rekor Tertinggi Kinerja Finansial

5 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version