“Knowledge, Skill dan Attitude menjadi tigapilar penting untuk bekal lulusan AKPY-Stiper terjun di dunia kerja,” kata Ir. Sri Gunawan,MP
Sebelum menjabat Direktur Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY-Stiper), Ir. Sri Gunawan, MP adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik INSTIPER Yogyakarta. Kemampuan di bidang Akademik selama menjadi dosen dan menduduki jabatan penting di kampus perkebunan Yogyakarta, kemudian dipercaya oleh Yayasan untuk memimpin AKPY-Stiper.
Seperti diketahui, AKPY-Stiper merupakan sister company dari Institut Pertanian Stiper (INSTIPER Yogyakarta) yang secara khusus didirikan untuk pelatihan, asesmen dan Pendidikan program vokasi sebagai calon Mandor, Operator dan Krani Kebun dengan level Ahli Pratama (D1).
Pendirian AKPY-Stiper bertujuan untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang implementatif dengan waktu tempuh yang relatif singkat. Namun dapat menghasilkan tenaga kompeten dan tersertifikasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sehingga dapat tercipta SDM yang professional serta mendorong inovasi demi terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan.
Dasar hukum pendirian AKPY-Stiper yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 45/KPT/I/2017 tentang Pemberian Status Diakui kepada Akademi Perkebunan Yogyakarta (AKPY-Stiper).
Terkait dengan Pendidikan vokasi yang mencetak calon Mandor di perkebunan baik di perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang dilaksanakan di kampusnya, Ir. Sri Gunawan, MP memiliki tiga pilar yaitu Knowledge (pengetahuan), Skill (Keahlian) dan Attitude (perilaku/sikap) yang ditanamkan mahasiswa baru. “Ketiga pilar ini yang nantinya menjadi bekal lulusan AKPY-Stiper untuk terjun di dunia kerja,” ujarnya, saat ditemui pada awal November lalu, di Ungaran, Semarang.
Selanjutnya, Sri Gunawan yang karib disapa Pak Gun menjelaskan Knowledge menjadi pilar pertama yang ditanamkan pada mahasiswa baru. “Dengan pengetahuan, mahasiswa nantinya akan memahami apa yang harus dilakukan (dikerjaan) di dunia kerja. Misalnya pengetahuan membuka lahan, apa saja yang perlu disiapkan ketika akan membuka lahan kebun. Kemudian, bagaimana cara membuat bibit unggul, menanam, merawat hingga panen dan lainnya. Jadi, pengetahuan-pengetahuan ini yang diberikan sebagai bekal untuk bekerja di kebun,” jelasnya.
“Bisa dibayangkan mau menjadi Mandor tapi pengetahuan untuk budi daya tanaman masih minim. Nantinya akan fatal, karena posisi mandor di kebun sawit berperan penting, membawahi pekerja yang mengerjakan perawatan hingga proses panen,” imbuh pria yang saat ini tengah melanjutkan studi S3.
Kemudian, pilar selanjutnya yaitu skil (keahlian) seorang Mandor harus memiliki keahlian di lapangan (kebun). Sebagai contoh, bagaimana cara mendodos dan mengegrek pelepah dan buah sawit yang benar dan tidak beresiko celaka bagi pekerja? Posisi egrek/dodos tidak boleh tegak lurus karena bisa kejatuhan pelepah/tandan sawit. Posisi egrek/dodos harus pada kemiringan minimal 30 derajat. Contoh lain, yaitu cara memupuk yang efektif dan efisien. “Jadi seorang mandor harus bisa memadukan keterampilan atau keahlian dipadukan dengan pengetahuannya,” kata Pak Gun.
“Dan, pilar yang ketiga yaitu attitude (tingkah laku/sikap). Seorang mandor di kebun selain memerintah bawahan juga harus dapat menerima perintah dari atasan untuk mengerjakan sebaik-baiknya dan melaporkan sebaik-baiknya. Jadi, prinsipnya seorang Mandor harus siap mimpin dan dipimpin,” imbuhnya.
Selain itu, dikatakan Pak Gun, karakter pekerja di kebun harus jujur (berintegritas), disiplin, berperilaku baik, dan sopan dengan bawahan maupun atasannya. “Budaya itu penting. tidak usah banyak omong tapi harus ditunjukkan dengan contoh kerja yang baik. Kemudian, mengevaluasi pekerjaan saat apel pagi,” ucapnya.
Di perusahaan perkebunan setidaknya ada 10 budaya kebun yang menjadi prinsip bagi pekerja. Di antaranya jujur, sederhana, tinjau langsung, kreatif, perbaikan secara konsisten, membina dan membimbing, menjadi role model, sehat (fisik dan pikiran), kerendahan hati dan tanggung jawab.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 109)