JAKARTA – SAWIT INDONESIA – Aturan baru Kementerian ESDM dibawah pimpinan Ignasius Jonan menuai pro kontra dalam penetapan tarif energi baru terbarukan (EBT).Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk Penyediaan Tenaga Listrik menuai pro dan kontra.
Substansi beleid ini yang membatasi tarif EBT sebesar maksimal 85% dari Biaya Pokok Produksi (BPP) dapat mengurangi minat investasi. Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menjelaskan bahwa pembatasan tarif EBT sebesar 85% dari Biaya Pokok Produksi (BPP), pernah dicantumkan dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
“Tapi aturan tadi gagal dan akhirnya diganti. Lalu, mengapa Menteri ESDM sekarang mengulangi kegagalan tersebut,” kata Surya, di Jakarta, pekan lalu.
Keprihatinan investor, menurut Surya, karena ketidakjelasan pemerintah dalam menetapkan pembatasan tersebut. Pasalnya, selain kondisi yang berbeda antara satu daerah dan daerah lain, besaran BPP akan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Selain itu, tarif listrik EBT tidak lagi disubsidi karena harganya di bawah BPP.
“Ketika kemarin saya rapat di Kantor Wapres, asosiasi menyampaikan prihatin dengan Permen itu. Artinya Permen tersebut memang perlu dievaluasi,” ujar Surya.
Iwa Garniwa Pengamat energi menjelaskan harga tarif listrik berbasis EBT yang berlaku ke depan menyebabkan investor mesti hitung ulang skala keekonomian. Minat investor yang begitu tinggi dalam kurun waktu dua tahun terakhir tentu saja bisa berdampak buruk.
Lebih lanjut, kata Iwa, Iwa pengembangan energi terbarukan seharusnya disediakaninsentif secara bertahap dan berkala. “Kalau ingin mengembangkan renewable energy, bukan ditetapkan harga seperti itu, tetapi berikan subsidi untuk dapat berkembang,”pungkasnya.
Di industri sawit, pelaku usaha punya minat tinggi membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan dari limbah sawit cair dan padat. Untuk pembangkit tenaga listrik biogas dari limbah cair sawit mampu menghasilkan listrik berkekuatan 1 MW. Saat ini, terdapat 800 unit pabrik sawit di seluruh Indonesia yang potensial menjadi sumber listrik energi baru terbarukan.