JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM terus mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi baru yang melimpah di Indonesia. Telah dimulai kajian pemanfaatan B40 sebelum diimplementasikan di masyarakat.
“Ada beberapa opsi untuk masuk ke generasi berikutnya dari sisi pemanfaatan Biofuels. Baik dari pengembangan Co-Proccesing green diesel dan stand alone green diesel serta green gasoline yaitu stand alone gasoline dan Co-proccesing green gasoline,” ujar Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, saat menjadi salah satu pembicara, pada Webinar Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel : Indonesia Menuju B40 yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, pada Selasa (30 November 2021).
Dadan menjelaskan bahwa pengembangan Biofuels tentu tidak akan terbatas pada Biodiesel. Selain itu, tidak terbatas pada pengusahaan skala besar didorong yang berbasis kerakyatan dan spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
“Kami juga ingin mendorong bagaimana pemanfaatan by product biodiesel agar memberikan nilai tambahan terhadap industri sawit. Kemudian pemanfaatan sawit untuk non CPO yaitu mengembangan advance generation Biofuels tentu dengan mengikuti prinsip-prinsip dari berkelanjutan dari sisi produksi maupun proses, meningkatkan keterlibatan petani ini adalah aspek yang sangat penting, standar mutu yang semakin baik, diikuti dengan proses yang semakin efisien, pada akhirnya mendapat harga yang stabil dan terkendali,” jelasnya.
Terkait pemanfaatan Biodiesel 40% atau B40 yang sudah dilakukan Kementerian ESDM. Pihaknya sudah melakukan uji lab terkait B40 untuk tiga komposisi. Pertama, bauran B40 dimana Endapan presipitasi terbentuk pada B-40 lebih besar dibandingkan dengan B-30 (FAME>DPME>HVO). Periode penyimpanan yang lebih lama dan temperatur yang lebih rendah berpengaruh pada pembentukan endapan presipitat yang lebih tinggi.
Kedua, B40 dengan menggunakan spek FAME yang berlaku saat ini yaitu B30 (FAME) ditambah dengan DPME 10%. Uji kinerja terbatas pada sampel B-40 dan B30+DPME10 terhadap B-30 menunjukkan penurunan torsi dan daya (1,1 – 2,1%), peningkatan konsumsi #(1,1%) dan penurunan opasitas gas buang (1,6 – 3,2%).
Ketiga, B30 (FAME) ditambah dengan HVO 10% yang memberikan nilai tambah pada Daya Maksimal 0,6% dan Torsi Maksimal 2,6%.
“Uji lab dengan uji karakteristik fisika kimia B30 + HVO10 dengan aspek kinerja (angka setana dan nilai kalor), aspek lingkungan/emisi (kandungan sulphur), kemudian handling & storage (kandungan air, stabilitas oksidari, angka asam, titik nyala dan titik kabur) dan aspek kebersihan/filter plugging (FBT, kontaminasi partikulat, cleanliness),” urai Dadan.
Dari hasil uji lab menunjukkan B40 bisa diaplikasikan dan berjalan di dalam engine (mesin). B30 FAME+DPME10% menunjukkan penurunan torsi dan daya 1,1 – 2,1% dan diikuti dengan peningkatan konsumsi 1,1% dan penurunan opasitas gas buang 1,6 – 3,2%. Sedangkan B30 FAME+HVO10% memberikan nilai tambah pada daya maksimal 0,6% dan torsi maksimal 2,6%.
“Dari hal tersebut kami berpendapat, produksi FAME mencukupi untuk penerapan B40 dari sisi kapasitas. Tetapi, apabila memilih B30+DPME10% dari sisi produsen masih memerlukan waktu untuk melakukan destilasi ulang terkait untuk penurunan kandungan air. Kemudian, jika Pertamina mulai memproduksi HVO dalam jumlah besar mulai tahun 2024,” kata Dadan.
Terkait dengan persiapan B40 atau yang lebih besar di masa mendatang, Dadan menyiapkan 10 langkah stategis di antaranya menyusun SNI, kajian teknis dan tekno ekonomi, mempersiapkan kebijakan pendukung, mempersiapkan intensif, mempersiapkan road test/performance test. “Selanjutnya, memastikan kesiapan BU BBN, proper handling and storage system, memastikan kesiapan infrastruktur, program strstegis nasional dan sosialisasi secara massif,” ucapnya.
Selanjutnya, ia menambahkan pihaknya terus mendorong bagaimana Biodiesel berkelanjutan. “ESDM mendorong untuk Indonesian Biodiesel Sustainable Indicators (IBSI). Kami sama-sama ingin berkontribusi dan sama-sama ingin pemanfaatan biodiesel berbasis sawit berkelanjutan,” pungkas Dadan.