Jakarta, SAWIT INDONESIA – PT Astra Agro Lestari Tbk secara aktif melakukan komunikasi terbuka yang transparan dalam menindaklanjuti laporan tersebut, baik pada website resmi perusahaan, mekanisme keluhan, email dan platform lainnya. Oleh karena itu, sangat mengherankan jika saat ini masih ada laporan tanpa konfirmasi terkait dengan dugaan deforestasi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan perusakan lingkungan pada rantai pasok bisnis perusahaan yang dituduhkan kepada perusahaan.
“Sesuai komitmen Perusahaan, Astra Agro secara terbuka menerima masukan, kritik dan saran yang diperlukan dalam menjalankan proses bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Astra Agro juga telah menyediakan mekanisme keluhan yang dapat diakses secara umum melalui website kami untuk melakukan konfirmasi langsung atas segala isu yang berkaitan dengan Perusahaan,” ujar Fenny A. Sofyan Vice President of Investor Relations & Public Affairs PT Astra Agro Lestari Tbk.
Fenny menjelaskan bahwa sesuai dengan rekomendasi para pemangku kepentingan, Astra Agro telah menunjuk EcoNusantara (ENS), sebagai penilai independen yang memiliki kapabilitas dan objektivitas untuk melakukan peninjauan kembali terhadap segala tuduhan dan isu sebagaimana yang tertulis dalam laporan Friends of Earth (FoE) dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) di September 2022. Dalam proses verifikasi tersebut ENS telah juga telah mengundang para pihak namun hanya WALHI yang tidak memenuhi konfirmasi kehadiran.
Selanjutnya tanpa memperdulikan hasil verifikasi Econusantara dan tanpa melakukan konfirmasi, pada Juni 2024 FOE dan WALHI kembali mempublikasikan kutipan laporan Yayasan Genesis Bengkulu yang tidak sesuai dengan data dan fakta di lapangan. Sebagaimana diketahui, sebelumnya Yayasan Genesis Bengkulu mempublikasikan laporan yang telah direvisi pada Juni 2024.
Astra Agro konsisten dalam menegaskan bahwa:
- Astra Agro dan seluruh anak perusahaannya beroperasi sesuai hukum perundang- undangan dan kebijakan yang berlaku di Indonesia.
- Astra Agro memiliki Kebijakan Keberlanjutan yang diimplementasikan secara resmi sejak tahun 2015, dan tidak pernah melakukan ekspansi atau pembukaan lahan baru sejak saat itu.
Astra Agro mengidentifikasi keterbatasan sumber data yang digunakan, baik pada Laporan FoE dan WALHI juga pada Laporan Yayasan Genesis Bengkulu, yang menghasilkan informasi yang keliru dengan kondisi sebenarnya, antara lain:
- Yayasan Genesis Bengkulu hanya memanfaatkan Peta Atlas Nusantara dan peta bidang tanah dari Badan Pertanahan dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai sumber data penelitian deforestasi di kawasan hutan yang dituduhkan kepada Astra Agro.
- Yayasan Genesis Bengkulu juga menjelaskan bahwa data pemerintah mengenai Hak Guna Usaha (HGU) tidak bersifat publik.
Dua pernyataan di atas mengesankan bahwa Yayasan Genesis Bengkulu tidak menggunakan data HGU/izin lokasi anak perusahaan Astra Agro yang sah diberikan oleh pemerintah Indonesia. Data HGU menjadi bahan yang sangat mendasar untuk mengkaji tumpang tindih kawasan hutan dengan HGU/izin usaha perkebunan kelapa sawit. Tanpa data HGU/izin lokasi yang terverifikasi, hasil kajian bisa menyesatkan.
Adapun indikasi penggunaan data yang menimbulkan kesimpulan yang menyesatkan diuraikan sebagai berikut
- Data referensi Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan bahwa batas areal perkebunan berbeda dengan bentuk HGU/izin lokasi anak perusahaan Astra Agro.
- Data referensi Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan bahwa areal perkebunan yang dianalisis berada pada dua kabupaten yang berbeda dari HGU/izin lokasi anak perusahaan Astra Agro.
- Data referensi Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan luas lahan perkebunan lebih besar dibandingkan HGU/izin lokasi anak perusahaan Astra Agro.