JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah Indonesia diminta memperkuat diplomasi perdagangan untuk menghadapi resolusi sawit Parlemen Uni Eropa. Cara ini lebih efektif dibandingkan demo turun jalan seperti petani sawit di Malaysia.
“Lebih baik lakukan diplomasi perdagangan karena lebih efektif. Makanya harus ada tim negosiasi perdagangan internasional. Cara ini lebih baik daripada demo, butuh energi besar,” ujar Santosa, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari, dalam media gathering wartawan di Batu, Malang pada Rabu, 24 Januari 2018.
Usulan Parlemen Eropa bersifat tidak mengikat mengenai penghapusan biodiesel sawit pada 2021. “Resolusi sebenarnya tidak mengikat karena kedaulatan ada di masing-masing negara. Memang, mereka (Eropa) ingin memproteksi petani. Isu ini sangat politis karena muncul pertanyaan kenapa subsidi diberikan kepada negara lain,bukan petani soya dan rapeseed Eropa,”ujarnya.
Dalam pandangan Santosa, pasar minyak sawit di Uni Eropa tidak signifikan ketimbang India dan Tiongkok. Setiap tahun, permintaan sawit dari Benua Biru sekitar 2 juta ton.
“Secara bisnis memang tidak signifikan tetapi lebih berdampak kepada aspek politisnya. Kita tak perlu terlalu khawatir kehilangan pasar minyak sawit di Eropa,” tutur lulusan Program Studi Fisika Universitas Gajah Mada.
Santosa mengapresiasi dukungan pemerintah mulai dari Presiden Joko Widodo sampai para menteri terhadap industri kelapa sawit. “Saya senang Presiden, Menko Perekonomian, Menteri Pertanian, dan Menteri Luar Negeri sudah satu suara. Jika menteri yang pendekatan langsung maka tekananannya akan berbeda.”
Santosa menjelaskan solusinpaling efektif melalui negosiasi dagang dalam format bilateral maupun unilateral untuk mencegah efek kampanye hitam sawit Indonesia dalam perdagangan minyak sawit.