Perkebunan sawit di dalam negeri dalam ancaman serangan hama penyakit. Tidak mudah mencari calon tenaga kerja yang ingin bekerja menjadi staf perlindungan tanaman atau dikenal plant protection.
“Kita memang krisis tenaga kerja untuk perlindungan tanaman. Buktinya ada perusahaan memasang iklan lowongan kerja untuk mengisi posisi tersebut tapi dalam sekian tahun belum dapat juga,”cerita Agus Susanto, Peneliti Utama Bidang Proteksi Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Kekurangan tenaga kerja di bidang proteksi tanaman sudah pasti akan menjadi beban bagi pkebunan sawit di Indonesia yang luasnya sudah 11 juta hektare. Tanpa dukungan pekerja di bidang proteksi tanaman, perusahaan sama saja membiarkan tanamannya lebih mudah diserang hama maupun penyakit.
Henny Hendarjanti, Plant Protection Department at PT. Astra Agro Lestari Tbk, mengatakan pekerjaan plant protection bukan seperti pemadam kebakaran tetapi memikirkan bagaimana caranya hama tidak menyerang tanaman. Itu sebabnya, seorang pekerja di bidang perlidungan tanaman wajib punya kompetensi dasar dan kompetensi utama.
Kompetensi dasar yang dimaksud Henny yaitu harus menguasai ilmu dasar perlindungan tanaman meliputi pengetahuan dasar mengenai organisme pangganggu tanaman (OPT) dan pengendalian OPT secara terpadu. OPT meliputi serangga hama, hama vertebrata. Selanjutnya patogen penyebab penyakit : virus, cendawan, dan bakteri. Seorang plant protection diminta bisa membedakan gejala tanaman terserang penyakit atau hama pengetahuan. Berikut teknik pengendalian hama dan penyakit secara fisik, mekanis, biologi,kultur teknis,tanaman perangkap, tanaman atractan, feromon, dan kimia.
Henny mencontohkan dalam pengendalian kimia harus bisa mengetahui dasar pestisida
dan jenis pestisida berdasarkan sasaran semisal insektisida(untuk serangga), rodentisida (untuk tikus), fungisida (dipakai untuk cendawan), termitisida (rayap). Lalu berdasarkan kandungan bahan aktif dan berdasarkan formulasi pestisida.
Sedangkan kompetensi utama meliputi hama vertebrata, toxikology,ilmu penyakit tanaman, musuh alami hama, entomology(ilmu serangga) karena sebagian besar hama adalah insecta.
Henny menjelaskan tugas seorang plant protection bagaimana menjaga kondisi OPT di bawah ambang batas kritis populasi dan atau mencegah terjadinya endemic suatu penyakit dalam ruang landscape usaha pertanian/perkebunan. Tugas berikutnya adalah menciptakan keseimbangan ekosistem melalui kegiatan tertentu agar kondisi populasi hama/ penyakit terjaga keseimbangannya dg musuh alami.
“Kegiatan ini bisa melakukan introduksi dan mengembangkan komponen agens hayati berupa : predator,parasitoid dan pathogen penyebab penyakit pada hama,” jelas Henny.
Tugas lainnya, kata Henny, membuat keseimbangan ekosistem dengan menanam tanaman bermanfaat bagi sumber pollen serangga parasitoid, menanam tanaman atractant dan perangkap tertentu.
Mencari SDM perlindungan tanaman dengan kompetensi khusus di sawit memang tidak mudah. Di Indonesia tinggal dua universitas membuka studi S-1 perlindungan hama dan penyakit tanaman: Universitas Gajah Mada dan Institut Pertanian Bogor.
Agus Susanto mengakui semakin terbatasnya lulusan perlindungan tanaman karena terjadi penggabungan studi perlindungan tanaman menjadi agroteknologi beberapa tahun belakangan.
Senada dengan Agus. Hennya mengakui terjadi krisis SDM di bidang perlindungan tanaman. Kondisinya sekarang studi ini dihapuskan lalu dilebur menjadi agroteknoloi – penggabungan tanah, agronomi, dan perlindungan hama penyakit tanaman.
“Dengan peleburan ini mengakibatkan proporsi mata kuliah ini menjadi berkurang. Lalu cenderung yang dilebur diutamakan menjadi mata kuliah dasar,”ujarnya.
Darmono Taniwiryono, Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), menyebutkan minimnya SDM perlindungan tanaman akan beresiko kepada industri sawit nasional. “Bisa hancur kebun sawit kita,” ujarnya.
Beberapa tahun belakangan, Darmono Taniwiryono aktif mengedukasi bahaya cendawan ganoderma di perkebunan sawit. Meskipun jamur yang menyerang akar tanaman ini berbahaya tetapi tidak banyak akademisi pemerintah, lembaga pemerintah, dan swasta yang peduli masalah ini.
(Ulasan selengkapnya baca Majalah Sawit Indonesia Edisi 15 Maret-15 April 2017)