Industrilisasi kebun sawit dari factor-driven ke capital-driven akan meningkatkan produktivitas dari 4 ton menjadi 6 ton minyak /hektar. Selanjutnya industrialisasi lanjutan dari tahap capital-driven ke innovation-driven akan meningkatkan produktivitas kebun sawit dari 6 ton menjadi 8 ton minyak/hektar. Industrialisasi hilir sawit yang merupakan kombinasi dari tiga jalur hilirisasi (oleofood complex, oleokimia complex, biofuel complex) yang di dukung oleh kombinasi kebijakan promosi ekspor dan kebijakan subsidi impor, secara evolusioner akan menempatkan Indonesia eksportir produk-produk hilir sekaligus mengantikan impor produk-produk berbasis minyak bumi. Industrialisasi kebun sawit maupun hilir sawit yang didukung riset multidisiplin yang berkelanjutan akan mengantarkan Indonesia dari “raja” CPO (saat ini) naik kelas menjadi “raja” oleofood, biopelumas, biosurfactant, bioplastik dan biofuel didunia menuju tahun 2050.
Di masa lalu, Indonesia memiliki banyak komoditas agribisnis yang bersekala internasioanl. Pada masa sebelum kolonial, Indonesia merupakan produsen terbesar dunia rempah-rempah seperti lada, cengkeh, dan pala. Namun gagal di pertahankan dan sekarang tinggal kenagan. Indonesia juga pernah menjadi salah satu produsen gula, bahkan eksportir gula terbesar kedua dunia tahun 1930-an. Namun bukan hanya gagal dipertahankan, bahkan kini Indonesia menjadi salah satu importir gula terbesar dunia. Setelah gula, Indonesia juga pernah menjadi eksportir kayu terbesar dunia, dalam priode 1970-1985. Kini kita menjadi net importir kayu. Ironisnys, negara-negara yang menikmati eskpor kayu Indonesia dimasa lalu seperti Uni Eropa, Amerika Utara kini berbalik “ memaki “ Indonesia dengan isu deforestasi.
Sumber : GAPKI