Untuk menghadapi berbagai tantangan diperlukan dukungan dari para mitra kerja di industri sawit. Tanpa ada dukungan maka akan sulit bagi industri sawit dalam menghadapi tantangannya.
Kalangan pengusaha kelapa sawit Indonesia kembali mengemukakan tantangan-tantangan baik dari dalam maupun luar negeri yang dihadapi industri strategis yang berkontribusi pada perekonomian nasional. Di antaranya, di dalam negeri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus menekan industri sawit untuk keterbukaan informasi HGU, di luar negeri kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang akan menerapkan kebijakan penghapusan penggunaan biodiesel berbasis sawit yang digolongkan beresiko tinggi terhadap deforestasi (ILUC – Indirect Land Used Change). Dan, harga CPO global yang trendnya terus menurun.
Hal itu, diungkapkan oleh Joko Supriyono Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di hadapan para pelaku usaha sawit dan mitranya, pada Rabu (15 Mei 2019), di Jakarta.
Menurut Joko, untuk menghadapi berbagai tantangan diperlukan dukungan dari para mitra kerja di industri sawit. Tanpa ada dukungan maka akan sulit bagi industri sawit dalam menghadapi tantangannya. “ Dan, yang tidak kalah penting yaitu dukungan dan peran dari media yang dalam beberapa tahun secara konsisten berkontribusi membangun pemberitaan yang positif, edukatif. Sehingga industri sawit yang dulu dikonotasikan negatif sekarang sudah berubah ke arah positif,” ujarnya.
Kemudian, Joko menegaskan sekali lagi industri sawit masih membutuhkan dukungan di tengah kelesuan pasar global dan domestik. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah untuk menyikapi isu-isu yang berkembang akhir-akhir ini. Dukungan dari pemerintah, para ahli (peneliti, akademisi), media, lembaga yang bermitra untuk memajukan industri sawit sangat dibutuhkan.
“Untuk menghadapi isu yang berkembang dan tantangan bukan no palm oil not solution. Tetapi yang harus dicapai yaitu Palm Oil Sustainable demi kemajuan bersama,” pungkas Joko.
Menanggapi adanya berbagai tantangan industri sawit baik di tingkat global dan domestik, Bungaran Saragih Menteri Pertanian pada masa 2000 – 2004 mengutarakan perlunya kerjasama dari berbagai pihak baik dari perusahaan, ilmuwan, universitas untuk mendukung industri sawit yang sudah menjadi industri strategis Indonesia.
“Tidak ada komoditas di Indonesia yang memiliki peran strategis untuk bangsa. Informasi yang saya dapatkan banyak yang tidak memahami sawit sehingga mereka mengkritisi tetapi tidak beralasan. Ini menjadi pekerjaan bersama, khususnya GAPKI untuk menjelaskan bagaimana pentingnya dan kontibusinya dalam pembangunan ekonomi nasional,” kata Bungaran.
Selanjutnya, tokoh pertanian nasional kelahiran Medan itu juga menyampaikan di Indonesia telah terjadi tiga Revolusi, pertama Revolusi Beras, kedua Revolusi Ayam dan ketiga Revolusi Sawit.
“Pada era Soeharto terjadi revolusi beras karena kerjasama yang baik antara pemerintah, pengusaha dan rakyat (petani). Kedua, Revolusi Ayam. Dulu di tahun 60an tidak mengenal ayam negeri tetapi saat ini sudah begitu pesatnya peternak ayam. dan, akan terus berkembang di masa mendatang. Itu terjadi juga karena adanya kerjasama yang baik,” ucap Bungaran
“Dan yang ketiga, Revolusi Sawit. Pada 1979, lahan sawit hanya 350 ribu hektar tetapi saat ini sudah mencapai 14 juta hektar dalam tempo kurang dari 50 tahun. Namun, yang lebih menarik yaitu revolusi sawit rakyat, kurang lebih 40% dari total lahan sawit dikelola rakyat. Jadi sawit Agribisnis pertama di Indonesia yang berhasil menumbuhkan middle class di Indonesia. Banyak petani-petani sawit di daerah yang kehidupannya sudah lebih baik dan sejahtera,” tambah Bungaran.