SERPONG, SAWIT INDONESIA – Pelaku industri jangan terlalu senang dan yakin bahwa sektor bisnis sawit akan berjalan baik-baik saja. Berpijak dari pengalaman komoditas perkebunan lainnya yang telah menjadi sunset industry.
Dr. Tungkot Sipayung Direktur Eksekutif PASPI dalam paparannya menjelaskan, Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia menggeser posisi Malaysia sejak tahun 2006. Kemudian minyak sawit juga menjadi minyak nabati utama dunia setelah berhasil menggeser dominasi minyak kedelai di pasar dunia.
“Dengan kombinasi ini posisi Indonesia menjadi sangat penting di dunia. Namun jangan lupa, kedepan harus hati-hati. Seperti artis hari ini terkenal tiba-tiba jatuh, posisi hari ini terkenal 2-3 hari lagi masuk di bisnis disrupsi, tercabut dari akarnya. Tidak ada yang abadi tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri,” kata Tungkot saat berbicara dalam Talkshow Road to Pekan Riset Sawit Indonesia.
Artinya, lanjut, Tungkot, tanpa inovasi industri akan memasuki masa suram seperti industry tembakau dan rempah-rempah kita yang menghilang setelah Berjaya di masa lampau. Tak hanya itu, setidaknya ada 50 perusahaan global atau dunia pun menghilang akibat tanpa adanya inovasi.
“Sekarang semuanya itu tinggal kenangan. Inovasi menjadi keharusan untuk menjaga keberadaan industri minyak sawit kita,” katanya.
Untuk itu, Tungkot menyampaikan perlunya driver inovasi dari segi demand side diantaranya adalah; Telah terjadi perubahan atribut produk sawit (oleofood, oleokimia, bioenergi) yang dituntut konsumen dunia, Persaingan minyak nabati dunia bergeser dari price competition ke non-price competition dengan menyasar preferensi konsumen global terhadap sawit.
“Hal ini terlihat, Eropa selalu melakakan kampanye negative terhadap sawit. Sawit dianggap sebagai biang keladi kolesterol padahal hampir semua ahli mengatakan taka da kolesterol dari minyak nabati” kata Tungkot.
Kemudian, lanjut Tungkot, konsumen global telah ikut mengontrol supply chain hulu-hilir minyak sawit dan produk Olahannya.
“Ini dilakukan karena sawit merupakan kompetitor utama produk minyak nabati mereka, repseed dan canola. Dari segi manapun sawit selalu lebih unggul di bandingkan minyak nabati lainnya,” jelasnya.
Dengan adanya inovasi kitab isa mengatasi impor vitamin A dan E domestic yang terus meningkat, padahal kebun sawit merupakan “lumbung” vitamin A dan E yang disia-siakan.
Selanjutnya, masyarakat pedesaan sentra kebun sawit membeli minyak goreng dengan harga yang relatif lebih mahal dari masyarakat perkotaan.
Tungkot menilai, ketergantungan pada impor fossil fuel semakin tinggi, sementara potensi biofuel sawit domestik besar.
“Impor petrokimia meningkat, sementara potensi oleokimia sawit domestik cukup besar. Hal ini bisa dihilangkan dengan adanya riset dan inovasi,” jelas Tungkot.
Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS, Arfie Thahar menyampaikan hasil-hasil riset akan didorong untuk dapat dimanfaatkan baik oleh industri, pemerintah maupun oleh petani.
“Tujuannya adalah untuk peningkatan produktivitas/efisiensi, peningkatan Aspek Sustainability, mendorong Penciptaan Produk/Pasar Baru dan meningkatkan Kesejahteraan Petani,” pungkas Arfie.