Ir. Emil Satria M.Si, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian
Pemerintah memberikan dukungan pada industri oleokimia berbasis kelapa sawit agar terus dikembangkan menjadi produk turunan bernilai tambah.
Kebijakantersebut disampaikan Emil Satria, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, saat Dialog Webinar Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan Majalah Sawit Indonesia, dengan tema “Momentum Industri Oleokimia Indonesia di Pasar Global: Peluang dan Tantangan”, pada Kamis (9 September 2021).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan Majalah Sawit Indonesia yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan KelapaSawit (BPDPKS).
Dijelaskan Emil, dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 16,3 juta ha, yang tersebar di 26 provinsi. Dan, produksi Crude Palm Oil (CPO) pada 2020 sebanyak 52,4 juta ton serta menguasai market share minyak nabati dunia sebesar 55%.
“Bahkan, diproyeksikan aliran material minyak sawit Indonesia pada 2021 – 2025 (GAPKI, Juni 2021) ada 60 juta ton, tentu tidak terlepas dari luasan perkebunan kelapa sawit yang akan menunjang angka produktivitas tersebut. Untuk itu, produktivitas kebun yang harus dijaga,” ujarnya.
Dengan angka produktivitas CPO yang diproyeksikan pada 2025 mencapai 60 juta ton, pemerintah memiliki visi Hilirisasi industri kelapa sawit nasional jalur oleokimia (fine chemical). Pada 2045 mendatang menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global.
“Paling tidak ada 5 produk turunan oleokimia dari sawit yaitu Food, Fitonutrient, Fine Chemical dan Fiber. Dengan memperbanyak produk turunan dari Oleokimia, ada beberapa benefit yang didapat antara lain, pertama, mengerakkan kegiatan ekonomi produktif melalui industrialisasi untuk mencapai substitusi impor dan promosi ekspor/devisa negara,” kata Emil.
“Kedua, menyehatkan neraca perdagangan RI dan memperkuat nilai tukar rupiah. Ketiga, mencapai kedaulatan pangan dan kedaulatan energi (melalui penggunaan bahan bakar nabari) yang bermuara pada ketahanan ekonomi nasional. Keempat, menjadi penggerak pembangunan daerah sentra produsen sawit dan perekonomian nasional khususnya wilayah 3 T (terluar, teringgal dan terdalam). Dan, kelima, mengendalikan emisi melalui penggunaan bahan bakar dan industri perkelapa sawitan yang ramah lingkungan dan lestari/berkelanjutan,” tambah Emil.
Selain mempunyai benefit dengan memperbanyak produk turunan oleokimia berbasis kelapa sawit. Hilirisasi oleokimia berbasis minyak sawit juga mempunyai tujuan. Hilirisasi oleokimia food (pangan dan nutrisi) untuk mencukupi nutrisi dan kesehatan masyarakat, menghasilkan produk baru pangan modern yang menyehatkan, menjamin keamanan penggunaan pangan nasional, memperkuat basis industri pangan olahan yang berbahan baku/bahan penolong minyak sawit dan turunannya.
Hilirisasi Oleokimiadan Biometerial Complex (bahan kimia dan pembersih) untuk menghasilkan material produk baru yang mensubstitusi produk sumber tak terbarukan (petrochemical). Mendorong penguasaan teknologi dan komersialisasi biomaterial baru untuk substitusi impor dan memperkuat basis industri pengguna biomaterial turunan sawit.
“Dukungan pemerintah pada industri oleokimia berbasis kelapa sawit antara lain dengan kebijakan pengembangan industri hulu agro di antaranya pengenaan tarif pungutan ekspor progresif untuk bahan baku dan produk intermediate. Pemberian insentif fiskal untuk investasi baru dan perluasan produk tertentu diberikan free tax. Kajian teknologi produksi terkini dan business plan untuk produk oleofood dan oleochemical dan penyusunan standar bahan baku dan produk oleofood/olechemical ,”imbuh Emil.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah, industri oleokimia berbasis kelapa sawit terus berkembang dengan menghasilkan ragam/jenis produk turunan. Di akhir 2011 jumlah/jenis yang dihasilkan Indonesia hanya sekitar 48 jenis dan di tahun 2020 berkembang ke jumlah produk lebih dari 162 jenis.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 119)