JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pelaku industri oleokimia meminta pemerintah untuk menjamin pasokan dan harga gas sebagaimana diatur Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Sektor oleokimia merupakan salah satu industri yang masuk aturan ini.
Hal ini terungkap dalam Diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Spektrum Pengguna Oleochemical di Industri Strategis” di Jakarta, Selasa (19 November 2019). Kegiatan ini mendapatkan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yang mendorong pertumbuhan industri olechemical Indonesia. Pembicara yang hadir antara lain Prof. Erliza Hambali (Guru Besar IPB), Dr. Tatang Hernas (Dosen FTI ITB), Prof. Lienda Handojo (Dosen Teknik Kimia dan Teknik Pangan ITB), dan Abun Lie (Ketua Bidang Mutu dan Sertifikasi APOLIN).
Rapolo Hutabarat, Ketua Umum APOLIN menyebutkan industri oleochemical lndonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif baik dari sisi nilai investasi, volume dan nilai ekspor. Pada 2017, volume ekspor produk oleokimia sebesar 1,79 juta ton dengan nilai ekspor US$ 1,53 miliar. Selanjutnya tahun 2018, volume ekspor oleokimia naik menjadi 2,76 juta ton dengan nilai sebesar US$ 2,38 miliar.
Pada 2019, diperkirakan jumlah ekspor tumbuh menjadi 3,08 juta ton. Tetapi, nilai ekspor akan tergerus sekira US$1,97 miliar. “Volume naik terus dari tahun ke tahun, tetapi nilai ekspornya memang turun akibat pengaruh pelemahan harga komoditas dunia,” ujar Rapolo dalam kesempatan tersebut.
Ditengah pelemahan harga komoditas, industri oleokimia memerlukan dukungan pemerintah melalui ketersediaan gas dan harga sesuai regulasi. Rapolo menjelaskan bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Beleid ini mengatur harga gas bumi untuk sektor industri tertentu senilai US$6 per million british thermal unit (MMBtu). Sektor ini diantaranya oleokimia. Faktanya di lapangan, industri oleokimia membeli gas sebesar US$ 10-US$13 per MMBtU.
“Kami harapkan jaminan pasokan gas dan kepastian harga gas sebagaimana diatur Perpres tadi,” jelas Rapolo.
“Industri olekimia masih menjadi salah satu penghasil devisa terbesar hingga saat ini. Untuk itu, kami akan berupaya menggenjot volume ekspor agar nilai yang diraih tidak terlalu turun signifikan,” ujar dia.
Di dalam negeri, permintaan produk oleokimia juga tertekan karena beberapa persoalan. Salah satunya adalah tingginya tarif tiket pesawat. Alasannya, produk-produk jadi oleokimia adalah barang-barang yang sangat akrab dan bisa ditemui sehari-hari serta banyak dipakai saat bepergian seperti sabun, sampo, dan pasta gigi.
Penurunan nilai ekspor, lanjut dia, juga dikarenakan ditundanya dana pungutan ekspor sawit oleh pemerintah hingga awal tahun depan. Penundaan itu sangat berpengaruh pada industri olekimia karena membuat daya saing berkurang.
Pada penundaan tahun lalu, kata dia, utilitas industri turun dari 100% menjadi 80% dan tahun ini kembali turun menjadi 60%.
Ia pun meminta dana pungutan sawit segera diberlakukan karena harga minyak sawit mulai merangkak naik.Penerapan dana pungutan akan memperkuat daya saing produk oleokomia dan mendukung kebijakan hilir sawit.