Pada tahun 2006 pemerintah memberikan fasilitas kredit (subsidi bunga kerdit) pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (Permenkeu No. 117/PMK.06/2006) untuk rakyat. Namun demikian, sebagian besar masyarakat dari percepatan luas perkebunan kelapa sawit selama periode 2000-2010 diperkirakan dimotori oleh kepercayaan investor baru (perusahaan, individu) dan perbankan pada agrobisnis minyak sawit. Apa lagi dalam periode tersebut harga minyak sawit dunia makin membaik sehingga memberi keyakinan bahwa investasi di perkebunan kelapa sawit sangat menguntungkan.
Kebijakan PIR dan PBSN diatas, dapat dikatagorikan sebagai kebijakan ekonomi yang sukses (success policies). Kebijakan tersebut bergerak dari fase bantuan modal, kemudian naik kelas menjadi fase subsidi modal dan kemudian menuju fase modal komersianal (mandiri).
Dikatakan sebagai kebijakan sukses karena berbagai alasan. Pertama, Kebijakan tersebut berhasil (meningkatkan luas perkebunan khususnya perkebunan rakyat sesuai dengan target/sasaran kebijakan). Kedua, Kebijakan tersebut berhasil secara bertahap memperbesar peran dunia usaha dan makin mengurangi tangung jawab/beban pemerintah sehingga tidak menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah. Ketiga, Kebijakan tersebut berhasil mentimulus investasi swasta dan masyarakat sehingga dengan investasi pemerintah yang tidak terlalu besar dikeluarkan, dapat menarik investasi swasta/masyarakat yang jauh lebih besar (triggering effect besar). Keempat, Kebijakan tersebut mampu memenuhi kewajibannya dalam pembangunan. Artinya, keberhasilan pemerintah dalam memberdayakan dunia usaha secara tidak langsung menyelesaikan tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan ekonomi seperti penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan lain-lain.
Sumber : GAPKI