Kebijakan Tata Ruang
- Uraian Masalah/Argumentasi
Sampai tahun 2014, masalah tata ruang baik pada tingkat nasional (RTRWN), provinsi (RTRWP) maupun pada level kabupaten/kota (RTRWK) belum berhasil ditetapkan pemerintah sehingga menimbulkan ketidak pastian usaha dan investasi. Undang-undang tata ruang pada dasarnya hanya mengenal fungsi kawasan lindung (hutan lindung dan konservasi) dan kawasan budidaya (budidaya kehutanan dan sektor lain), belum menjadi landasan kebijakan tata ruang nasional maupun daerah. Sementara itu, Kementerian Kehutanan menerapkan kawasan hutan di setiap provinsi secara sepihak yakni kawasan lindung (58,3 juta Ha) kawasan budidaya kehutanan (77,9 juta Ha, yang ekslusif untuk hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan areal penggunaan lain/APL (53,4 juta Ha).
Konflik dan tumpang tindih pemanfaatan ruang antar sektor/masyarakat termasuk kebun sawit rakyat terjadi di kawasan budidaya hutan (versi Kementerian Kehutanan) sehingga banyak kebun sawit rakyat yang dibongkar paksa oleh Kementerian Kehutanan. Disamping itu kebun sawit rakyat sulit disertifikasi karena dinilai tidak sesuai dengan kebijakan tata ruang.
Kebijakan tata ruang merupakan salah satu kebijakan publik yang diperuntukkan mendukung pembangunan nasional sebagaimana amanat UUD 1945 beserta perubahannya. Oleh karena itu, prinsip pelaksanaan pembangunan nasional dan bukan menghambat pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan kepastian tata ruangdan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang di setiap provinsi.
Sumber : GAPKI