Dengan mengunakan standing biomas dan jumlah karbon hitungan Chan (2002) dapat ditunjukan jumlah karbon yang diserap perkebunan kelapa sawit Indonesia. Volume fiksasi karbon perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari 30,34 juta ton tahun 1990 menjadi 200 juta ton tahun 2010, akibat peningkatan luas areal maupun perubahab komposisi umur kelapa sawit. Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga menghasilkan oksigen (O2) yang diperlukan bagi kehidupan diplanet bumi. Volume O2 yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit 18,7 ton O2/Ha/tahun, yang lebih besar dibandingkan hutan tropis sekunder yang hanya 7,09 ton/Ha/tahun (Hasen, 1999; Harahap, et al., 2005).
Perkebunan Kelapa Sawit Mengurangi GHG Degraded Peat Land
Lahan gambut (peat land) menyimpan karbon stok yang perlu dilestarikan. Lahan gambut di Indonesia hanya sekitar 7 persen dari lahan gambut dunia yang luasnya 381 juta hektar. Sekitar 44 persen lahan gambut global berada di kawasan Eropa dan Rusia, Amerika (40 persen) dan sisanya (9 persen) di negara-negara lain (Joosten, 2008).
Secara alamiah gambut menghasilkan emisi GHG dan khususnya CO2, CH4 dan NxO dari proses dekomposisi bahan organik dan kehidupan organisme yang hidup dilahan gambut (Perish, et al., 2007; Fahmuddin, et al.,2008). Besarnya emisi GHG lahan gambut sangat berpariasi tergantung berbagai variabel seperti bahan induk gambut, land cover, vegetasi, manajemen drainase, teknik budidaya (Oleszczuk, et al.,2008; Kheong, et al., 2010; Melling, et al., 2005,2007,2010; Harino, et al., 2007, 2011; Kohl, et al., 2011; Jauhiainen, et al., 2004), dan tergantung metodelogi pengukuran emisi, flux approach atau stock approach (Khoon, et al., 2005).
Sumber : GAPKI