Kebijakan Kelembagaan dan Organisasi Ekonomi Petani Sawit
Uraian Masalah/Argumentasi
Pada kurun waktu 2015-2020 mendatang luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat diperkirakan akan mencapai 7 juta ha atau 51% dari total luas perkebunan sawit nasional. Hal ini menunjukan perkebunan kelapa sawit rakyat akan mendominasi perkebunan sawit nasional. Selama ini masing-masing petani bergerak sendiri-sendiri dalam pengadaan pupuk, bibit, pencarian sumber modal, pemanenan dan pengangkutan TBS. Permentan No. 98/2013 telah membuka kesempatan kepada koperasi petani untuk ikut dalam pengusahaan PKS namun tidak memiliki kebun. Oleh karena itu petani perlu mengembangkan organisasi ekonominya melalui kopersai perkebunan sawit rakyat agar dapat memanfaatkan skala ekonomi (economic of scale) baik dalam pengadaan sarana produksi, permodalan, pemanenan dan pengangkutan TBS. Bahkan melalui koperasinya (Puskop, Inkop) para petani sawit dapat membeli saham-saham (dipasar modal) perusahaan pupuk, maupun perusahaan industri hilir minyak sawit.
Kebijakan yang Diperlukan
- Memfasilitasi para petani kebun sawit sehamparan untuk membentuk koperasi petani sawit dengan skala yang ekonomis baik pada tinggkat koperasi primer, koperasi sekunder (pusat koperasi) maupun induk koperasi.
- Menyediakan permodalan murah bagi petani sawit/koperasinya untuk membiayai replanting maupun kegiatan bisnis koperasinya.
- Meningkatkan kemampuan managerial petani sawit dalam mengelola koperasinya maupun membangun networking bisnis ke hulu dan ke hilir.
- Mengembangkan lembaga keuangan non bank sebagai penyedia modal bagi anggota koperasi petani sawit.
- Memberikan insentif perpajakan kepada kopersai dan anggotannya.
- Mengembalikan sebagian bea keluar yang tetalh dipungut pemerintah kepada petani sawit melalui pembangunan sarana prasarana kebun sawit rakyat.
Sumber : GAPKI