Deforestasi dunia pada kurun waktu 1990-2008 yang paling besar adalah Amerika Selatan (33%), diikuti Afrika (31%), sementara deforestasi di Asia Tenggara hanya sebesar 19%. Kegiatan deforestasi tersebut disebabkan oleh Kegiatan Tanaman Pertanian (31%) diikuti padang pengembalaan dan kebakaran hutan adalah 17%. Data FAO (2013) menunjukan hutan di Indonesia termasuk yang paling besar (52%) dibandingkan dengan USA (33%). Sedangkan di Prancis, Jerman dan Belanda sudah tidak memiliki Primary Forest. Hal ini menunjukan kondisi Indonesia relatif masih sangat baik jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Indonesia berbeda dengan Eropa dan Amerika Utara. Jika di Amerika utara dan Eropa telah menhabiskan hutannya (termasuk penghuninya) pada awal pembangunnya, Indoneisa tidaklah demikian adanya. Sejak awal pembangunan di Indonesia tata guna kehutanan (UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan) telah menetapkan hutan lindung dan hutan konservasi sebagian hutan asli yang harus dipertahankan (no deforestasi) baik sebagian “rumahnya” satwa-satwa maupun untuk pelestarian biodiversity dan perlindungan alam. Hutan yang dapat dikonversi (deforestable) sesuai dengan kebutuhan pembangunan adalah hutan produksi. Peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman, perkantoran, pertanian dan lain-lain dipenuhi oleh konversi hutan produksi tersebut.
Berkaitan dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia kebutuhan lahan diperoleh dari konversi lahan pertanian lainnya dan dari hutan produksi khususnya eks HPH, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia. Hasil citra satelit (Gunarso et al, 2012) menunjukan bahwa kebutuhan lahan perkebunan kelapa sawit dalam priode tahun 1990-2012 berasal dari lahan terlantar, hutan produksi terdegradasi (27 %), lahan pertanian (14%), HTI (13%) dan hutan produksi (3%).
Sumber : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc