Perkebunan Kelapa Sawit Mengurangi Emisi GHG Degraded Peat land
Lahan gambut (peat land) menyimpan karbon stok yang perlu dilestarikan. Lahan gambut di Indonesia hanya sekitar 7 persen dari luas lahan gambut dunia yang luasnya 381 juta hektar. Sekitar 44 persen lahan gambut global berada di kawasan eropa dan rusia, Amerika (40 persen) dan sisianya (9 persen) di negara-negara lain (Joosten, 2008).
Secara alimiah lahan gambut menghasilkan emisi GHG khususnya CO2, CH4 dan NxO dari proses dekomposisi bahan organik dan kehidupan organisme yang hidup dilahan gambut (Perish, et al.,2007, Fahmuddin et al., 2008). Besarnya emisi GHG lahan gambut sangat bervariasi tergantung berbagai variabel seperti bahan induk gambut, land cover, vegetasi, manajemen drainase, teknik budidaya (Oleszczuk, et al., 2008, Kheong et al., 2010, Melling et al., 2005, 2007, 2010, Hirano, et al., 2007, 2011, Kohl, et al., 2011, Jauhhiainen, et al., 2004), dan tergantung metodelogi pengukuran emisi, flux approach atau stock approach (Khoon, et al., 2005).
Meningkatkan kebutuhan lahan untuk pertanian global, menyebabkan lahan gambut juga dimanfaatkan. Sekitar 78 persen lahan gambut dimana telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, dimana 88 persen berada pada lahan gambut non tropis dan 12 persen di daerah tropis (Strack, 2008). Lahan gambut di Indonesia yang layak digunakan untuk pertanian (dengan syarat yang ditetapkan pada Peratuaran Menteri Pertanian No. 14/Permentan/PL.110/2/2009) hanya sekitar 6 juta hektar (Fahmudin, et al., 2008).
Sumber: PASPI