JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Industri biodiesel mempunyai peranan penting untuk mengantisipasi berkurangnya persediaan energi fosil di masa depan. Program biodiesel ini dapat menyelesaikan persoalan lingkungan dalam konteks pengurangan emisi global. Hal ini diungkapkan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Juri Ardiantoro saat memberikan sambutan dalam workshop bertemakan ”Formula Kemitraan Petani Sawit Rakyat Dalam Rantai Pasok Industri Biodiesel” pada 28 September 2021 yang diselenggarakan Jokowi Centre.
“Pemanfaatan biodiesel perlu dikawal dalam implementasinya. Di satu sisi program ini jalan serta dapat memberikan maslahat bagi stakeholder lain yang terlibat. Serta menjadi soko guru industri ini terutama petani,” ujar Juri.
Ia mengatakan petani sawit bagian penting dari mata rantai industri biodiesel karena menjadi pemasok bahan baku industri biodiesel.
“Jangan sampai petani menjadi subordinasi dalam mata rantai biodiesel. Industri biodiesel dapat membantu kepentingan pemerintah secara umum untuk mensejahterakan masyarakat,” urai Juri yang juga menjabat Ketua IKA UNJ ini.
Menurutnya tata kelola industri biodiesel perlu memerhatikan petani sawit. Karena pemerintah telah membuat berbagai regulasi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.
“Ada program KSP Mendengar untuk menyerap informasi dan aspirasi masyarakat berkaitan pelaksanaan regulasi yang dibuat pemerintah seperti program biodiesel,” ujarnya.
Dikatakan Juri, Presiden sempat mengatakan dalam Sidang MPR pada 2020 bahwa pengembangan biodiesel ditargetkan dapat menyerap sawit 1 juta ton. Hal ini sangat penting dalam membangun ekonomi. Tentu saja tetap memerhatikan kepentingan masyarakat lebih luas.
“Prinsip dari pembangunan ini soal kepentingan masyarakat lebih luas dan di dalamnya ada cita-cita membangun kemandirian energi,” jelas Juri.
Vice Presiden Pertamina Patra Niaga, Budi Hutagaol mengatakan bahwa alokasi FAME sebagai blending component dari solar meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2018 (3,2 Juta Kilo Liter) dan di tahun 2021 menjadi 7,815 juta Kilo Liter.
Pengembangan program biodiesel yang menanjak ke B 40 dan seterusnya, praktis menjadi penciri bahwa program ini dijalankan untuk jangka panjanga dalam mewujudkan ketahanan energi nasional.
Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Elis Heviati mengutarakan bahwa pengembangan program mandatori BBN bertujuan untuk meningkatakan kesejahteraan petani yang memiliki 40% dari total lahan perkebunan sawit nasional.
“Dalam grand strategi energi nasional dimana pengembangan biofuel pada tahun 2040 ditargetkan mencapai 15,2 juta Kilo Liter dimana biodiesel sebesar 11,7 juta kilo liter dan pengembangannya tidak terbatas pada pengusaha skala besar, melainkan didorong berbasis ekonomi kerakyatan”, ujar Elis.
Dr. Alin Halimatussadiah, Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM UI menyatakan bahwa kebijakan mandatori biodiesel termasuk kebijakan yang progresif. Target yang terus diperbaharui dengan blending rate dan user groups yang semakin meningkat.
Alin menegaskan jika scenario yang ditetapkan semakin progresif maka semakin cepat dan besar defisit CPO yang terjadi mengingat keterbatasan pada sisi supply. “Dengan asumsi tidak adanya replanting kalau kita melakukan skenario B 50 maka kebutuhan lahan untuk memenuhi defisit tersebut mencapai 70% dari luas lahan yang saat ini ada”, tandas Alin.
Sekjen SPKS, Mansuetus Darto meminta pemerintah untuk melakukan kajian pada saat akan menaikkan mandatori biodiesel dari B30 menjadi B40. “Perlu ada evaluasi dari implementasi B30 saat ini dengan melihat manfaat kepada petani sawit ini sesuai dengan visi presiden, kita perlu melibatkan petani sawit swadaya dalam program ini. Jika dijalankan secara benar dan serius tentu Pak Presiden akan bangga kalau program biodiesel turut disukseskan oleh petani kecil”, jelasnya.
Dalam sesi terakhir workshop ini, Sekjend Jokowi Centre, Imanta Ginting mengungkapkan bahwa diskusi ini membahas bagaimana realisasi pola kemitraan petani sawit dengan program implementasi mandatory biodiesel yang sudah berjalan sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini, kekurangan dan kelebihan serta skema kemitraan yang terbaik dalam menyukseskan transisi B30 ke B40.
“Kegiatan ini murni untuk menghimpun pemikiran dari para stakeholders terkait dalam program mandatory biodiesel di Indonesia yang berguna untuk kebijakan pengembangan biodiesel sebagai salah satu upaya mewujudkan ketahanan energi nasional”, tutur Imanta.