JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Persoalan regulasi dan birokrasi di bidang perkelapasawitan nasional diungkap Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani, pada Forum Sawit Indonesia (FoSI) yang diadakan INSTIPER Yogyakarta, pada Rabu (30 November 2022).
Dijelaskan Mangga Barani, permasalahan regulasi satu dan lainnya tidak sama di sektor perkelapasawitan nasional masih kurang dan perlu ada pembenahan. Kemudian, masalah birokrasi untuk perkelapasawitan juga perlu ada perbaikan. “Maka, di dalam forum ini (Forum Sawit Indonesia) perlu ada sinkronisasi untuk keputusan-keputusan di bidang kelapa sawit,” jelasnya.
“Dalam forum ini (Forum Sawit Indonesia) kita bisa berkumpul untuk merumuskan peraturan perkelapasawitan. Apapun namanya tidak masalah, misalnya UU Perkelapasawitan, yang terpenting dapat menjadi pegangan bagi pelaku usaha sawit sehingga tidak adalagi pelaku usaha tersandung masalah hukum,” imbuh Mangga Barani.
Lebih lanjut, ia mengutarakan sebenarnya embrio (peraturan yang mengatur sawit) sudah ada sejak 3 tahun lalu. “Sebenarnya sudah merancang UU Perkelapasawitan atas inisiatif BPN, itu sudah berjalan. Kebetulan, kami diminta untuk menyusun, setelah selesai tetapi di tingkat DPR disampaikan ke pemerintah, namun ditolak oleh pemerintah. Tapi bagaimanapun, karena ini menjadi hal penting, maka harus disusun dan dirumuskan kembali peraturan dan perundang-undangan perkelapasawitan untuk disampaikan ke pemerintah. Karena kalau bicara sawit tidak diperbaiki peraturan dan perundangan-undangnya maka bisa tamat perkelapasawitan nasional,” lanjut pria yang pernah menjabat Direktur Jenderal Perkebunan – Kementerian Pertanian.
Selain regulasi, permasalahan yang dihadapi sektor perkelapasawitan yaitu masalah birokrasi. Terkait hal itu, Mangga Barani mengatakan birokrasi untuk perkelapasawitan nasional memang bermasalah. Meski begitu, kita bersyukur di Direktorat Jenderal Perkebunan sudah ada wacana membentuk Direktorat Sawit.
“Karena selama ini dengan berbagai kompleksitas, yang menangani sektor sawit hanya level eselon III di Direktorat Jenderal Perkebunan – Kementerian Pertanian. Sekarang sudah ada wacana akan ditingkatkan menjadi eselon II, ini bagus. Tetapi, dalam pikiran saya, dengan kompleksitas yang dihadapi sektor sawit, maka tidak cukup. Harus ditangani oleh Badan tertentu, terserah apa namanya. Misalnya Badan Sawit Nasional. Tetapi, saya menginginkan ada kekuatan untuk perkelapasawitan diperlukan Kementerian khusus yang mengurusi sawit,” ucapnya.
Sebagai informasi, kalau melihat sejarah perkebunan nasional sudah ada lembaga/kementerian Kehutanan dan Perkebunan (1998), bahkan pada era 80-an ada Menteri Muda Tanaman Keras.
“Jadi tidak mustahil, kalau kita semua mengusulkan pada pemerintah begitu penting dan strategisnya sektor sawit, maka tidak mustahil kementerian yang mengurus sawit bisa terbentuk, hanya dengan ini sawit Indonesia bisa berjaya,” pungkas Mangga Barani.