JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Terobosan program green fuel PT Pertamina (Persero) berdampak positif kepada ketahanan energi dan pengembangan produk hilir sawit. Salah satunya pengembangan produk green fuel berupa green gasoline (Bensin) dan green avtur.
“Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menghasilkan gasonline dari sawit. Belum pernah dilakukan di dunia di skala operasional. Baru sebatas skala paper research. Pertamina menjadi yang pertama,” ujar Budi Santoso Syarif, Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional dalam Kuliah Umum Biofuels Ke-2 yang diselenggarakan Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), Selasa (29 September 2020).
Budi Santoso Syarif menjelaskan pengembangan minyak sawit untuk diolah menjadi green diesel sudah dijalankan perusahaan di negara lain. Namun, baru Pertamina yang dapat mengimplementasikannya.
Dalam pengembangan green gasoline, Pertamina sudah melakukan uji coba sejak 2018 di Kilang Plaju dan Cilacap. Saat ini, Pertamina bersama berbagai pihak terus mengembangkan katalis merah putih untuk bisa mengolah RBD Palm Oil (RBDPO) menjadi green gasoline.
Dalam ujicobanya di Plaju green gasoline yang dilakukan Pertamina baru mampu mengolah minyak sawit sebesar 20 persen. Dikatakan Budi, ujicoba terus dijalankan untuk memperoleh kondisi optimum pengolahan RBDPO menjadi green gasoline.
Pada saat yang bersamaan,di kilang Plaju, Pertamina sedang menyelesaikan pembangunan fasilitas biorefinery dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. Fasilitas ini, kata Budi, diharapkan bisa selesai kuartal empat 2023.
Di akhir 2020, Pertamina melakukan ujicoba menghasilkan green avtur dari RBD Palm Kernel Oil dengan injeksi sebesar 3%.
Kebijakan green energy yang dijalankan Pertamina memanfaatkan minyak sawit yang melimpah di dalam negeri sebagai bahan baku utama, sehingga produk green energi memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang sangat tinggi. Langkah ini juga positif karena akan untuk mengurangi defisit transaksi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam laman resmi Pertamina, Budi menjelaskan, proses pengolahan CPO menjadi green gasoline dilakukan di fasilitas Residue Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU) yang berada di kilang Pertamina Plaju, berkapasitas 20 MBSD (ribu barel stream per hari). Adapun CPO yang digunakan adalah jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar bensin ramah lingkungan.
“Pencampuran langsung CPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan bahan bakar bensin dengan kualitas lebih tinggi karena nilai octane mengalami peningkatan,” tambahnya.
Hasil implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 90 sebanyak 405 MB/Bulan atau setara 64.500 Kilo Liter/Bulan dan produksi Green LPG sebanyak 11.000 ton per bulan.