JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kelapa sawit telah menjadi komoditas unggulan sekaligus sumber devisa terbesar ekspor komoditas bagi Indonesia. Pada 2017, ekspor minyak sawit tertinggi sepanjang sejarah mencapai US$ 23 miliar atau meningkat 26% dibandingkan perolehan 2016.
Pertanyaan yang muncul apakah pelaku usaha kelapa sawit memperoleh hasil selama ini dengan mudah? Ataukah hasil dari pengelolaan kelapa sawit banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan? Tentu pertanyaan tersebut yang mampu menjawab langsung adalah stakeholder perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Octen Suhadi, Ketua Panitia Sarasehan Nasional Sawit, menjelaskan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini bagi pelaku usaha kelapa sawit baik perusahan besar negara dan swasta maupun perkebunan rakyat adalah menghadapi isu pengelolaan kelapa sawit yang sangat kompleks. Mengutip bahasa Planter (baca; pekebun) bahwa, “membangun perkebunan kelapa sawit saat ini dilakukan berdarah-berdarah dengan tetesan keringat terakhir”. Mayoritas pelaku usaha sepakat bahwa beberapa isu sebagai akar permasalahan dalam mengelola kebun kelapa sawit yang menyebabkan operasional menjadi terhambat dan cost/ biaya menjadi tinggi yaitu antara lain:
- Proses Perijinan yang sangat rumit dan penuh ketidakpastian serta biaya perijinan (baru atau perpanjangan) sangat tinggi;
- Permasalahan tumpang tindih lahan dan okupasi dengan lahan masyarakat berakibat perlambatan target operasional;
- Penyediaan modal investasi dan modal kerja (new planting & replanting) masih menjadi masalah utama “momok” dalam keberlangsungan usaha bagi perusahaan dan petani plasma/ mitra atau mandiri;
- Ketersediaan lahan marjinal yang memerlukan paket teknologi ramah lingkungan yang cukup tinggi dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit;
- Pengelolaan isu sosial dalam masyarakat yang tidak tuntas dalam program keberpihakan kepada masyarakat yang menyebabkan biaya overhead menjadi meningkat;
- Tingginya tingkat turn over SDM di perkebunan akibat kurang siapnya perguruan tinggi dan perusahaan menyiapkan kompetensi SDM yang unggul dan tangguh;
- Proses bisnis operasional di hulu (on farm) masih banyak dilakukan secara manual dengan mengandalkan kekuatan fisik pekerja semata (masih banyak yang belum menggunakan teknologi mekanisasi);
- Laporan dan analisa dalam pengambilan keputusan masih dilakukan secara manual dan lambat tanpa menggunakan digitalisasi perkebunan (Enterprise Resources Planning for Plantation);
- Pengelolaan perkebunan yang belum menerapkan Sustainable Palm Oil berdampak terhadap penjualan minyak sawit melalui ekspor baik secara jumlah maupun harga jual;
- Belum maksimalnya sinergi pemerintah dengan pelaku usaha kelapa sawit dalam mengelola “black campaign” terkait isu lingkungan global
Berkaca dari persoalan tadi, dikatakan Octen, bahwa Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian IPB (IKA Faperta IPB) yang merupakan wadah silaturahmi alumni Faperta IPB berupaya menjembatani seluruh stakeholder perkebunan kelapa sawit. Upaya dilakukan dengan melalui kegiatan Sarasehan Nasional Kelapa Sawit untuk memberikan gambaran secara komprehensif dan memberikan solusi konstruktif dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lestari dengan mengimplementasikan paket teknologi dan digitalisasi dari hulu (on farm) dan hilir (off Farm) yang ramah lingkungan.
Sarasehan Nasional Kelapa Sawit bertemakan ”Sustainable Smart Plantation”, pada Rabu, 14 Maret 2018 jam 08.30 – 13.00 WIB di Ballroom 1, IPB International Convention Center, Bogor (Jalan Raya Pajajaran No. 1, Bogor 16680).
Biaya pendaftaran acara Sarasehan Nasional Kelapa Sawit untuk umum yaitu Rp. 450.000 dan mahasiswa yaitu Rp. 100.000. Bagi yang berminat mendaftar, silahkan menghubungi panitia Erik Mulyana, MSi (081214835539) atau Lutfia Nursetya Fuadina, SP (081297437669). (adv)