Semangat Hari Perkebunan ke-60 berupaya memperkuat peranan sektor perkebunan terhadap ekonomi bangsa. Pembangunan SDM menjadi salah satu kunci supaya sektor perkebunan tidak tertinggal.
Sektor perkebunan telah membuktikan sebagai kontributor utama perekonomian dan pembangunan Indonesia. Ini terbukti dari sumbangan sektor perkebunan sebesar Rp 429 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, melebihi sektor minyak dan gas (migas). Pernyataan ini diungkapkan dalam Pembukaan Peringatan Hari Perkebunan ke-60 Tahun 2017, yang berlangsung di Kampus Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, Sabtu, 9 Desember 2017.
Kampus Instiper Yogyakarta terasa istimewa selama tiga hari lantaran menjadi tempat peringatan Hari Perkebunan ke-60. Purwadi, Rektor Instiper menyebutkan Instiper dipilih menjadi tempat peringatan Hari Perkebuna berdasarkan penugasan Dirjen Perkebunan, Bambang. Hari Perkebunan 10 Desember ditetapkan tahun 2008 lalu deklarasi di Instiper juga. Ulangtahun pertama diselenggarakan Instiper juga.
“Dan perayaan ke-60 Hari Perkebunan tepat sepuluh tahun setelah deklarasi rupanya Instiper dipercaya dan ditugaskan menjadi tempat terselenggaranya hari perkebunan,” ujarnya.
Dalam kata sambutannya, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang menyebutkan Hari Perkebunan tahun ini juga dimaknai untuk membangkitkan kesadaran bersama membangun sektor perkebunan. Untuk itu, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang handal.
“Instiper dijadikan gerbang utama untuk mengawal SDM perkebunan nusantara,” ujar Bambang.
Menurutnya, perkebunan memberikan peran yang sangat penting bagi fundamental ekonomi bangsa Indonesia. “Dalam kondisi yang belum terurus dengan baik, perkebunan dapat memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan Negara,” terangnya.
Meskipun, diakuinya, sumbangan terbesar berasal dari kelapa sawit yang mencapai Rp 260 triliun. Peringatan Hari Perkebunan tahun ini juga ingin meningkatkan daya saing perkebunan nasional, ditengah rendahnya produktivitas.
Dia menyebutkan, produktivitas kelapa sawit rata-rata nasional baru sekitar 2 ton/hektar, padahal perusahaan sudah mencapai 8-10 ton/hektar. Hal itu sama halnya yang dialami oleh tanaman kakao, kopi dan kelapa. Industri membutuhkan banyak kelapa, akan tetapi, produksinya terus menurun.
“Hari Perkebunan dapat dijadikan komunikasi dan diskusi membahas berbagai permasalahan tentang komoditas perkebunan. Baik itu pada perkebunan besar, perkebunan negara dan perkebunan rakyat untuk meningkatkan daya saingnya dalam mengawal kemajuan ekonomi nasional,” jelasnya.
Dia mengatakan, perkebuan dalam bahaya. “Kalau kita tidak sadar akan hal itu. Indonesia menjadi Negara penghasil pangan dan energi terbarukan paling produktif dan efisien di dunia. Banyak Negara lain tidak menghendaki kejayaan perkebunan Indonesia. Untuk itu, kita harus siap mengawal perkebunan Indonesia agar bebas dari tekanan luar negeri,” ungkap Bambang.