JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor sepanjang Februari mencapai 2,37 juta ton turun sekitar 370,77 ribu ton dibandingkan bulan sebelumnya yaitu mencapai 2,74 juta ton. Padahal, harga minyak sawit di pasar global terbilang rendah antara US$ 652-US$685 per metrik ton.
Penurunan daya beli disebabkan adanya libur imlek dan jumlah hari efektif kerja yang pendek sehingga transaksi dagang tidak maksimal. Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum GAPKI Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan, menyebutkan jika dilihat secara year to year (YoY) total volume ekspor dari Januari – Februari 2018 mencapai 5,1 juta ton atau turun 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,3 juta ton.
Dari data yang ada pada Februari lalu, eksport ke negara-negara Timur Tengah mengalami kenaikan permintaan sebesar 41% atau dari 148,06 ribu ton menjadi 209 ribu ton. Kenaikan permintaan minyak sawit di negara- negara Timur Tengah kenaikan biasa karena periode transaksi bulanan jika pada bulan selanjutnya turun maka bulan berikutnya akan mengalami kenaikan.
Sementara, permintaan minyak sawit utama ekspor lainnya mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni Amerika Serikat (AS) yakni 50%, atau dari 193,47 menjadi 95,99 ribu ton di Februari lalu, yang disebabkan tingginya stok kedelai di dalam negeri. Penurunan juga diikuti negara lain seperti India 26%, Pakistan 22%, Uni Eropa 17%, Afrika 16% dan Bangladesh 4%.
Namun, jika ditinjau dari dari sisi produksi, pada Februari 2018 produksi minyak sawit Indonesia kembali membukukan penurunan 2% dari 3,35 juta ton menjadi 3,4 juta ton. Penurunan produksi yang normal dengan produksi yang masih stabil dan ekspor yang tidak tinggi, stok minyak sawit Indonesia masih tetap terjaga dengan baik di 3,5 juta di akhir Februari 2018.
Kendati pada Februari lalu terjadi penurunan ekspor, peningkatan juga eksport diperkirakan akan terjadi pada bulan bulan berikutinya. Misalnya eksport ke negara Timur Tengah dan Pakistan akan mengalami peningkatan untuk stok menyambut Ramadhan. Tidak hanya itu, eksport ke China juga diperkirakan meningkat dengan adanya rencana China menaikan tariff import kedelai dari AS sebagai kebijakan balasan dari kebijakan pemerintah AS yang menaikan tarif import baja, aluminium, mesin cuci dan panel surya dari China pada perundingan North American Free Trade Agreement (NAFTA). (Robi Fitrianto)