Pemerintah menunaikan janjinya untuk menetapkan harga gas bumi menjadi US$6/mmbtu. Aturan ini membuat ongkos produksi sektor industri lebih efisien.
Setelah menunggu empat tahun lamanya, implementasi Perpres 40/2016 Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dapat diwujudkan. Subtansi utama beleidini adalah menetapkan harga gas US$6/mmbtu kepada 7 sektor industri.
Adalah Kementerian Energidan Sumberdaya Mineral yang dinakhodai Arifin Tasrif mewujudkan harga gas tadi. Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Permen ESDM nomor 8/2020 ini memberikan relaksasi harga kepada 7 sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemerintah (Presiden, Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim & lnvestasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Lembaga lain)atas upayanya sehingga terbit Permen ESDM No. 8/2020 pada 2 April 2020. Serta Keputusan Menteri ESDM No. 89/2020 pada 13 April 2020 tentang harga gas industri di titik serah (plant gate) U$ 6 per MMBTU untuk masing-masing perusahaan/industri tertera dalam lampiran Kepmen tsb.
Dijelaskan Rapolo, secara keseluruhan dengan penurunan harga gas ini, maka industri oleochemical lndonesia (Anggota APOLIN) bisa menghemat biaya pembelian gas sebesar Rp 0,81triliun–Rp 1,21 Triliun per tahun. “Penghematan ini tentuakan digunakan oleh perusahaan-perusahaan oleochemical untuk menambah kapasitas olah pabrik, melakukan investasi baru, menambah jumlah tenaga kerja, melakukan penetrasi pasar ekspor karena daya saing produk-produk oleochemical lndonesia sudah meningkat dibandingkan sebelum adanya penurunan harga gas,” ujarnya.
Rapolo menambahkan, “Kami melihat upaya dan komitmen Pemerintah menjalankan amanah Perpres No. 40 tahun 2016 bahwa harga gas industri adalah U$ 6/mmbtu.”
Industri petrokimia yang diwakili Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menyatakan aturan harga gas dapat memperkuat daya saing ekspor. Sekjen Inaplas, Fajar Budiyono menjelaskan penurunan harga gas industri ini sangat membantu dalam kelangsungan industri petrokimia. Asumsinya, harga gas sebesar US$6/mmbtu dapat menekan harga jual produk sekitar US$ 2/ton sehingga mampu bersaing terhadap produk import terutama dari luar Asean.
“Saat ini ada beberapa komoditas sudah over supply akibat oleh penambahan kapasitas / investasi baru dan juga pelemahan permintaan dalam negri sehingga dengan penurunan ini akan memperkuat daya saing untu kekspor,” tambahnya.
Menurut Fajar, pelaku industri sedang menunggu juknis untuk implementasi di pelanggan seperti diamanatkan dalam Permen ESDM agar secepatnya bisa siap dan sekarang perusahaan sedang mempersiapkan data pendukung yang dibutuhkan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) Bonar Sirait menyampaikan, pihaknya menyambut gembira serta berterimakasih atas terbitnya kebijakan penurunan harga gas yang sudah sangat lama ditunggu. Ini menjadi sebuah keputusan yang sangat tepat dan akan membuat sektor industri dapat bersaing lebih baik lagi.
“Apa lagi, dalam keadaan sekarang ini di tengah pandemi Covid 19, di mana terjadi kondisi yang luar biasa dan force majeure bagi seluruh industri. Kebijakan turunnya harga gas akan membuat industri dapat nafas baru,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, terbitnya kebijakan penurunan harga gas industri akan diapresiasi setinggi-tingginya disertai ucapan terimakasih banyak dari sektor industri pengguna gas bumi. Sebab, daya saing mereka sangat bergantung pada keekonomian energi gas bumi.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 102)