Tren industri kelapa sawit sangat positif sepanjang pandemi. Mulai dari produksi, ekspor, dan harga mengalami pertumbuhan. Di tengah membaiknya kondisi sawit, baik perusahaan dan petani diminta tidak terlena. Caranya mulailah berinvetasi di perkebunan masing-masing.
Saran ini disampaikan Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) saat berbicara dalam IPOS (Indonesian Palm Oil Stakeholders) Forum ke-6, Rabu (25 Agustus 2021).
“Saya mendapatkan informasi bahwa petani sedang bahagia. Karena petani menerima harga tertinggi sepanjang 20 tahun terakhir. Kondisi serupa dialami perusahaan. Benar sekali bahwa market sangat bagus di tahun ini. Namun, jauh lebih penting bagaimana menyikap situasi ini. Kita tidak boleh lengah,” kata Joko.
Menurutnya, pelaku industri sawit baik petani dan perusahaan tidak boleh lengah dan harus berpikir jangka panjang supaya perkebunan sawit tetap berkelanjutan.
“Saran saya, ini saatnya kita semua untuk berinvestasi. Jangan bersikap konsumtif. Ingat jangan lengah,” saran lulusan Fakultas Pertanian UGM ini.
Ia menjelaskan bahwa pelaku sawit harus ingat dua tahun lalu harga sangat rendah. Bahkan untuk mencapai Break Event Point (BEP) sulit sekali. ”BEP saja susah, lalu bagaimana bisa berinvestasi,” ujar Joko.
Tetapi, kondisi sekarang ini berbeda karena margin sangat bagus. Itu sebabnya, perusahaan lebih baik investasi agar memperkuat daya saing dan keberhasilan bisnis sawit di masa depan.
Bagi perusahaan sawit, saran Joko, investasi dapat difokuskan kepada pemanfaatan teknologi dan digitalisasi. Kegiatan riset harus diperkuat supaya produktivitas dan daya saing meningkat. Selagi, kita mampu berinvestasi sebaiknya dilakukan sekarang.
Ia berpendapat bahwa petani dapat lebih baik mempersiapkan peremajaan. Kalau dikatakan harga bagus, lalu abai dengan peremajaan. Pandangan ini kurang tepat, kita harus siapkan planning-nya.
“Kalau ada kesempatan untuk berinvestasi dan riset. Lakukan sekarang demi produktivitas dan daya saing sawit,” harapnya.
Berkaitan PSR, menurut Joko, telah menjadi agenda bersama baik GAPKI, pemeritah, dan petani. PSR harus dilakukan percepatan karena kegiatan ini harus dimaknai sebagai kerja resiprokal.
“Perusahaan dapat manfaat. Begitupula dengan petani. Apalagi, industri sawit di masa depan tidak bisa sustainable sendiri. Ini berkaitan traceability. Perusahaan harus sustainable bersama rantai pasoknya termasuk petani. Jadi, kerja bersama perusahaan dan petani. Ke depan, ini merupakan keniscayaan,” papar Joko.
Joko mengingatkan daya saing dan sustainability haruslah dijaga supaya perkebunan sawit terus bertahan dan tidak bernasib seperti komoditas lain.
“Kita tidak ingin sejarah komoditas lain terulang kepada sawit. Jangan sampai nasibnya sama. Disinilah perlunya memperkuat daya saing dan berkelanjutan,” pungkas Joko.
Dijelaskan Joko Supriyono bahwa industri kelapa sawit masih menjadi andalan bagi perekonomian Indonesia selama masa pandemi Covid-19. “Industri sawit mampu bertahan selama pandemi. Pandemi membuat banyak sektor terpukul, tetapi industri sawit tetap beroperasi dan masih bisa melakukan ekspor sehingga tetap menjadi andalan bagi ekonomi nasional,” ujar Joko, kemarin.
Joko menjelaskan, kegiatan operasional industri sawit dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat, alhasil industri tersebut tetap menunjukkan performa positif. Karena itu, tidak heran apabila industri sawit masih menjadi industri unggulan jika dikaitkan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). “Gapki juga terus mendorong perusahaan anggotanya untuk tetap berinovasi selama pandemi Covid-19,” ujar Joko Supriyono.
Joko juga mendorong pemerintah untuk memperbanyak perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara tujuan utama ekspor, pasalnya keberadaan FTA akan memudahkan pengusaha untuk melakukan ekspor. FTA mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ekspor ditambah posisi Indonesia juga kuat dan dipandang. “Pembuatan perjanjian kerja sama perdagangan harus diselaraskan dengan kondisi dan negara tujuan,” kata dia.
Merujuk data GAPKI Sepanjang bulan Juli, ekspor produk sawit dan turunannya menunjukkan tren positif yang meningkat menjadi 2,74 juta ton. Kenaikan ini ditopang sebagian besar ekspor produk olahan mencapai 2,11 juta ton.
Peningkatan ekspor sawit terjadi di empat negara tujuan utama ekspor yaitu India, Tiongkok, Pakistan, dan negara EU-27. Pembelian terbesar datang dari negara EU-27 yang naik menjadi 509,7 ribu ton (+139,2 ribu ton). Disusul Pakistan menjadi 277,2 ribu ton (+119,4 ribu ton), India menjadi 231,2 ribu ton (+122,5 ribu ton), dan China menjadi 522,2 ribu ton (+104,1 ribu ton).
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 119)