MEDAN, SAWIT INDONESIA – Pakar kehutanan menilai ‘rezim kehutanan’ hingga saat ini tidak memberi kontribusi signifikan terhadap pembangunan nasional dan hanya menghambat sektor lainnya. Namun, rezim tersebut seolah-olah sudah eksis meski secara legal belum terpenuhi.
Hal demikian disampaikan Guru Besar IPB University, Prof. Sudarsono Soedomo, dalam Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS Forum) yang diselenggarakan GAPKI Sumut di Medan, Jum’at (27/10/2023). Pernyataan Sudarsono sendiri merespons maraknya klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengkategorikan kawasan hutan terhadap perkebunan sawit milik petani dan pelaku usaha meski memiliki legalitas.
“Kawasan hutan yang disampaikan tadi, secara akademisi sebenarnya belum terdefinisi, legalitas pun belum terpenuhi. Tapi abuse of power seakan akan itu ada. Tanpa perombakan radikal. Kehutanan sudah tidak punya masa depan kecuali hanya menghambat sektor lain,” ujar Sudarsono.
Dia mengatakan, langkah-langkah KLHK tersebut sejatinya melanggar hak warga negara yang itu sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-IX/2011:, “Penguasaan hutan oleh Negara tetap wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.”
Lebih lanjut, Sudarsono mengungkapkan, jika KLHK sendiri tumpul menghutankan sekitar wilayah Indonesia yang sekitar 35 juta ha “kawasan” yang tidak berhutan.
“Kemampuan pemerintah menghutankan kembali hanya 30 ribu ha per tahun. Jika keberhasilan rehabilitas 100%, maka diperlukan waktu lebih dari 1.000 tahun,” ucapnya.
Menurut Sudarsono, alokasi tanah di Indonesia menyalahi prinsip dasar alokasi, yang tidak produktif diberi jatah paling banyak, bahkan berlebihan. Ini menabrak Pasal 33 UUD 1945 karena sebesar-besar kemakmuran rakyat pasti tidak akan pernah tercapai. Menempatkan kehutanan di atas sektor ekonomi yang lain dan sebagai kendala dalam tata ruang merupakan kesalahan filosofis yang sangat serius.
“Kehutanan sudah mencapai taraf menghambat Pembangunan nasional,” ucapnya.
Hal tersebut terlihat, ujar dia, dimana rezim kehutanan saat ini sangat minim memberi dorongan signifikan terhadap perekonomian. Buktinya, antara tahun 2000-2022, realisasi PMDN yang mencapai Rp3.257 triliun secara nasional, kehutanan hanya menarik Rp28 triliun. Dia mengatakan, bisnis hutan alam semakin menyurut, sementara perkembangan hutan tanaman sangat lambat, bahkan stagnan.
“Saya sering bilang ke mahasiswa saya, jika orang utan lebih mampu memanfaatkan hutan. Lebih baik serahkan saja ke mereka,” ujar Sudarsono.
Penulis: Indra Gunawan