JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Akademisi mengaku resah dengan pelbagai kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kenyamanan dan kepastian dalam usaha perkelapasawitan di Indonesia. Padahal, sawit merupakan komoditas andalan yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Guru Besar Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen IPB Bayu Krisnamurthi menilai ada kesan bahwa kebijakan pemerintah saat ini terhadap sawit cenderung membebani pelaku usaha, meski cinta terhadap komoditas sawit.
“Saya yang sudah bergaul di sawit sangat lama. Saya melihat sawit ini seperti dibela, dianggap penting, tapi seperti ada kecurigaan kepada pelaku usahanya. Sawitnya dibela melawan kebijakan EU karena diskriminatif terhadap sawit Indonesia, sangat menggebu-gebu, tapi, pengusaha sawitnya waduh, banyak yang diperiksa, dipanggil, dicurigai dan dipandang buruk” ujar Bayu dalam diskusi “Kajian Implementasi Kebijakan pada Ekosistem Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit”, Selasa (24/10/2023).
Bayu juga mengatakan hingga saat ini sulit sekali melihat kebijakan pemerintah dalam ekosistem kelapa sawit yang konsisten dan koheren.
“Maksudnya kebijakan itu konsisten dilaksanakan terus, mulai dari hulu ke hilir, dari dulu sampai sekarang. Konsistensi itu penting karena sawit itu industri jangka panjang. Kita tidak bisa di sawit itu hit and run, sifatnya coba-coba. Dicoba kemudian dicabut lagi, diubah dilaksanakan dan tanpa jeda,” jelas Bayu.
Kemudian, dia berujar, masalah koherensi itu kebijakan satu dan lain saling mendukung, membangun dan saling menguatkan.
“Ini saya kira menjadi tantangan dari kita. Yang paling serius yang mesti dibahas, karena regulasi dijalankan oleh individu-individu. Kalau individu tadi tidak suka kepada sawit, maka meski regulasinya sudah baik tapi yang dijalankan wujudnya jadi ketidaksukaan” ungkapnya.
“Ini harus dicermati bersama, dan dicari sebabnya dan dicari solusinya. Kalau tidak ini kita akan lelah menghadapi situasi itu, dan akhirnya pengembangan sawit jadi terhambat” pungkas Wakil Menteri Pertanian periode 2009-2011 ini.