PALEMBANG, SAWIT INDONESIA – Pemerintah provinsi Sumatera Selatan mengusulkan pengkajian ulang Peraturan Pemerintah No.57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut karena merugikan masyarakat dan tidak menjamin kepastian bagi investor di bidang perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI).
Pernyataan itu disampaikan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin ketika memberi sambutan pada Fokus Group Discussion (FGD) di bertema Rekonsiliasi pemahaman dan strategi untuk review dan implementasi PP 57/2016 jo.PP 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Palembang, Selasa, 19 Desember 2017.
Alex Noerdin menegaskan bahwa aturan ini tidak menguntungkan masyarakat apalagi jika regulasi dikaitkan dengan berbagai aturan yang memberatkan petani dan pelaku usaha perkebunan dan HTI seperti aturan tinggi muka air 0,4 m serta pengalihfungsian lahan budidaya menjadi lahan fungsi lindung yang artinya adalah pengurangan wilayah budidaya yang berdampak pada sosial-ekonomi masyarakat.
Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan (Sulsel) Edward Chandra, pihaknya juga terus mengupdate peta restorasi gambut dengan melakukan overlay pemetaan restorasi kawasan gambut dengan peta yang dimiliki pihak perkebunan dan HTI.
Hal itu, kata Gubernur karena peta indikatif yang dipergunakan Badan Restorasi Gambut (BGR) banyak kontroversi dan masih perlu diverifikasi di lapangan.
“Ketidakakuratan peta akan merugikan masyarakat kecil dan perusahaan yang mana apabila sudah masuk dalam peta indikatif restorasi tersebut maka lahan dan kawasan tersebut wajib direstorasi dan dilindungi. Karena itu perlu pemetaan yang lebih akurat,” kata Alex Nurdin.
Ketua Umum MAKSI, Darmono Taniwiryono, mengatakan dampak dari adanya PP ini secara sosial, ekonomi dan lingkungan yang direpresentasikan oleh pembicara dan peserta mulai dari ahli hukum, akademisi, pengusaha perkebunan, pemerintah daerah dan masyarakat.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Prof. Dr. Joni Emirzon, S.H., M.Hum menjelaskan bahwa penerbitan satu regulasi seharusnya mempunyai kajian akademis, menguntungkan semua pihak, cermat dan tidak bernuansa politis.