Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersatu padu dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mencegah dan menanggulangi potensi kebakaran lahan dan hutan (karhutla) di tahun ini.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono meminta dukungan GAPKI untuk terus berpartisipasi dan turut menjadi bagian tidak hanya melalui edukasi bagi masyarakat, namun juga pencegahan awal yang menjadi bagian dari strategi pemerintah pusat maupun daerah.
Kepedulian GAPKI akan karhutla bukan hanya sekedar tuntutan pemerintah, melainkan prioritisasi pengelolaan bisnis yang berkelanjutan. Terjadinya bencana karhutla hanya akan mengganggu pola bisnis jangka panjang, tidak hanya merusak image industri, sanksi hukum yang diterima walau tidak secara langsung terlibat dalam bencana karhutla tidaklah main-main.
Dengan terencana, GAPKI telah menyusun agenda sebagai upaya pencegahan dan pengendalian karhutla di perkebunan kelapa sawit melalui empat strategi utama diantaranya pencegahan, pemantauan, penanggulangan serta pemulihan. Dengan membentuk Gugus Tugas di setiap daerah, GAPKI melakukan berbagai pelatihan dan penyediaan fasilitas sebagai upaya persiapan menghadapi musim kemarau.
“Saya juga sangat mendukung pengelolaan komoditas sawit dimana investasi, produktivitas serta daya saing harus terus ditingkatkan untuk kepentingan devisa negara, sehingga komoditas ini tetap memiliki nilai dan berdaya saing tinggi,” tutur Bambang Hendroyono.
“Saat ini perkebunan sudah jarang terbakar,” tegas Bambang Hendroyono. Namun, Ia juga terus mendorong pelaku bisnis untuk saling bekerja sama untuk mencegah terjadinya karhutla melalui edukasi kepada masyarakat serta pengelolaan lahan yang terlantar, terkhusus bagi anggota-anggota GAPKI.
Bambang Hendroyono menekankan bahwa sesuai arahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, bahwa pencegahan menjadi prioritas utama saat ini. Ia juga menyoroti lahan-lahan gambut yang masih menjadi zona rawan ketika memasuki musim kemarau.
Joko Supriyono menuturkan “kita tidak cukup hanya dengan melindungi konsesi perusahaan, kita harus mulai melihat sekitar kita dan mulai mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk memperbaiki lingkungan.”
Tindakan defensif yang hanya menyangkal tuduhan tidaklah cukup untuk mencegah terjadinya bencana. Joko Supriyono menegaskan diperlukan effort yang lebih besar bagi pelaku usaha untuk bersinergi dan membantu melakukan pencegahan karhutla baik di dalam maupun di sekitar konsesi perusahaan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan upaya pencegahan dini dengan merekayasa jumlah hari hujan untuk pembasahan gambut yang rentan terbakar melalui Tekhnologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan.
Selain untuk membasahi gambut yang rawan terbakar, rekayasa jumlah hari hujan ini dimaksudkan untuk mengisi embung dan kanal, dengan memanfaatkan potensi awan hujan. Berdasarkan prakiraan BMKG, musim kemarau 2020 telah dimulai sejak memasuki bulan Juni dan akan mencapai puncaknya pada Agustus mendatang.
Berkejaran dengan waktu melihat potensi keberadaan awan hujan, rekayasa hari hujan guna membasahi gambut ini terbukti secara scientific (berbasis ilmu pengetahuan) menambah volume air yang dijatuhkan ke daerah-daerah rawan karhutla.
”Alhamdulillah upaya pencegahan melalui tekhnologi berbasis science, daerah rawan seperti Provinsi Riau, Sumsel dan Jambi dapat melewati fase kritis I Karhutla tahun ini. Kita memang harus sedikit lebih berkorban dengan melakukan rekayasa hari hujan lebih awal guna membasahi gambut, juga untuk mengisi embung dan kanal. Tahun ini kita lakukan lebih cepat karena sangat penting menjaga masyarakat terhindar dari ancaman karhutla, terlebih lagi di masa pandemi Corona,” tegas Menteri LHK Siti Nurbaya seperti dilansir dari laman Kementerian LHK.
Periode I TMC telah dilaksanakan sejak 11 Maret-2 April 2020 di Provinsi Riau. Dilaksanakan sebanyak 27 sorti atau penerbangan, dengan bahan semai 21,6 ton Na CL. Menghasilkan 97.8 juta m3 air hujan.
Sedangkan untuk periode ke II, dilaksanakan TMC di Provinsi Riau dari tanggal 13-31 Mei 2020. Dengan menggunakan pesawat Cassa 212 C TNI AU, ada 16 sortie, dengan jumlah bahan semai (Na CL) mencapai 12,8 ton. Adapun volume hujan yang dihasilkan mencapai 44,1 juta m3.
Sedangkan untuk wilayah Provinsi Sumsel dan Jambi, sejak tanggal 2-13 Juni telah dilakukan 11 sorti penerbangan dengan total bahan semai garam NaCl sebanyak 8.8 ton. Adapun total volume air hujan secara kumulatif dari hasil TMC diperkirakan mencapai 23,71 juta m3.
Rekayasa hari hujan untuk membasahi gambut ini dilaksanakan dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang telah ditetapkan sebagaimana Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2020 tentang penanggulangan karhutla sebagai satu-satunya institusi negara yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan TMC.
Ada beberapa Provinsi rawan yang menjadi fokus penanggulangan Karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 104)