JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam rangka menjamin investasi dan kepastian usaha bagi industri sawit. Tujuan UU Cipta Kerja diharapkan dapat terwakili dalam produk regulasi turunannya.
“Peraturan pemerintah (UU Cipta Kerja) memerlukan pengaturan detil di dalam aturan menteri. Tujuannya tidak terjadi multitafsir dan berikan kepastian berusaha,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono dalam silaturahmi Ulangtahun GAPKI ke-40 bersama pemimpin media massa, Jakarta, Kamis (4 Maret 2021).
Ada enam PP turunan UU Cipta Kerja yang terkait dengan industri sawit yaitu PP 20/2021 tentang penertiban kawasan dan tanah terlantar, PP 22/2021 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, PP 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, PP 24/2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan, PP 26/2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian, dan PP 43/2021 tentang penyelesaian ketidaksesuaian antara tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah.
“Memang perlu pengaturan detail tentang penetapan tanah terlantar, pengaturan penetapan denda lingkup kehutanan, pengaturan strict liability dan kearifan lokal, penyelesaian tumpang tindih dengan kawasan hutan, dan juga kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat,” kata Joko Supriyono.
Pada 2020, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat volume ekspor sawit mencapai 34 juta ton. Sebagian besar ekspor sawit sudah didominasi oleh produk-produk hilir, sedangkan untuk produk hulu (CPO) hanya sekitar 7,1 juta ton.