BANDUNG, SAWIT INDONESIA – Pelaku usaha mengungkapkan mandeknya kinerja sawit nasional disebabkan oleh tumpang-tindihnya kebijakan serta banyaknya instansi yang turut mengambil andil dalam pengambilan kebijakan industri kelapa sawit. Dalam identifikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) setidaknya terdapat 31 instansi pemerintah yang terlibat mulai dari pemerintah daerah hingga pusat.
Sekretaris Jenderal Gapki M. Hadi Sugeng memberi contoh kasus identifikasi kawasan hutan, di mana perusahaan sawit yang mulanya sudah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) atau petani yang memiliki Surat Hak Milik (SHM) juga diidentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun penetapan melalui rekomendasi gubernur dan juga berbagai instansi terlibat.
“Semestinya pelaku usaha yang sudah memiliki SHM atau HGU sudah final, karena dalam prosesnya melibatkan semua institusi terkait dan juga mempertimbangkan tata ruang yang ada,” ujar M. Hadi Sugeng saat Gala Dinner Kongres PWI ke-25 di Gedung Sate, Bandung (24/9/2023) sebagaimana dikutip dalam keterangan resminya.
Dia menuturkan dampak hal tersebut berimbas pada produksi minyak sawit dan kinerja ekspor Indonesia yang mengalami stagnansi dalam beberapa tahun terakhir. Di samping itu, eskalasi politik global juga memberikan tekanan pada harga komoditas penopang ekonomi Indonesia ini.
Padahal, Sugeng memperkirakan bahwa akan ada peningkatan konsumsi di pasar global yang terjadi dalam beberapa tahun ke depan namun tidak dibarengi dengan pertumbuhan produksi minyak sawit, baik itu minyak sawit mentah (CPO) ataupun minyak kernel (PKO).
“Beberapa tahun belakang produksi minyak sawit Indonesia stagnan di 51 juta ton, pun kinerja ekspor juga menurun. Meskipun volume ekspor meningkat di tahun ini, tapi nilainya menurun akibat harga,” kata M. Hadi Sugeng.
Saat ini kelapa sawit Indonesia menguasai sekitar 58 persen pasar minyak nabati global dan lebih dari 40 persen pasar minyak kelapa sawit global.
Sugeng pun berharap dengan disahkannya Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK), yang akan membebankan denda administratif bagi pelaku usaha serta dikembalikannya perkebunan menjadi kawasan hutan setelah satu daur tanaman kelapa sawit dapat mendongkrak kinerja sawit nasional.
“Gapki mengharapkan kepastian kebijakan agar tercipta industri yang berkelanjutan dan kesinambungan investasi,” ucap M. Hadi Sugeng.
Dalam kesempatan yang sama, Bendahara PWI Muh. Ihsan mengekspresikan dukungannya pada industri kelapa sawit. Menurutnya, industri kelapa sawit sudah menjadi industri strategis bagi Indonesia. Kontribusi ekonomi-sosial yang diberikan bagi masyarakat Indonesia sangat berarti dalam mensejahterakan bangsa.
“Kami akan terus menyuarakan pentingnya industri kelapa sawit Indonesia dan mendorong keberlanjutan industri ini bagi bangsa Indonesia,” tandas Muh. Ihsan saat memoderatori Gala Dinner Kongres PWI ke-25. (Indra G)