Gabungan Pengusaha Kelapasawit Indonesia (GAPKI) menggandeng International Labour Organization (ILO) untuk memperkuat standar keselamatan kesehatan kerja (K3) di industri sawit. Melalui standar ini diharapkan isu negatif di bidang ketenagakerjaan tidak lagi bergulir.
Di bawah koordinasi Sumarjono Saragih, bidang ketenagakerjaan industri sawit semakin kuat melalui pembenahan dan perbaikan aspek keselamatan kesehatan kerja (K3). Sumarjono adalah Ketua Bidang Ketenagakerjaan GAPKI periode 2015-2018. Sumarjono menyebutkan baik ILO dan GAPKI bekerjasama menyusun standar K3 industri sawit. Tujuannya mengantisipasi tuduhan negatif pihak lain mengenai buruknya ketenagakerjaan industri sawit.
“Dukungan ILO ini langsung disampaikan ke saya dalam acara workshop yang membahas buruh perkebunan yang berlangsung dua hari. Tidak tanggung-tanggung, workshop ini melibatkan 50 peserta yang terdiri dari GAPKI, unsur serikat buruh, LSM, dan para ahli K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) ILO,” ujar Sumarjono Saragih.
Sumarjono menguraikan apa yang akan dibantu ILO ke GAPKI. “ILO akan membantu GAPKI dalam menyusun satu standar K3. Nah, nantinya standar K3 ini diyakini bisa diterima oleh pasar global sehingga tidak ada lagi alasan pihak luar untuk melakukan tuduhan tidak berdasar, khususnya terhadap penanganan perburuhan di sektor perkebunan sawit,” ujar Sumarjono.
Salah satu agenda utama adalah mengimplementasikan tata kelola dan praktek kerja yang baik dalam memenuhi aspek K3 untuk berlaku global dan sesuai kondisi (local context) kebun sawit Indonesia. “Khususnya bagi petani yang menguasai 42% sawit Indonesia tentu perlu dirumuskan khusus dan tidak bisa disamakan dengan perusahan (korporasi),” jelas Sumarjono.
Ditambahkan Sumarjono,dengan bantuan ILO maka Gapki menyusun satu standar K3 yang juga bisa diterima pasar global sehingga tidak ada alasan untuk melakukan tuduhan tidak berdasar.
Sumarjono mengatakan merasa harus benar-benar mengatasi persoalan perburuhan perkebunan di Indonesia. Sebab, ia merasa isu pekerja dan manusia menjadi semacam “menu baru” yang digoreng para pembenci sawit, baik dari dalam maupun luarnegeri.
“Kita tidak punya pilihan bahwa diskriminasi dan kampanye hitam harus terus dilawan dengan berbagai cara, termasuk dengan menggandeng lembaga global seperti ILO,” papar Sumarjono.
Karena itu ia menilai sudah saatnya GAPKI harus mengantisipasi serangan pihak luar yang sangat diskriminatif dan dalam bentu kampanye hitam. Antisipasi GAPKI itu, kata Sumarjono, harus dilakukan lebih besar lagi.
Salah satu agenda utama dalam workshop tersebut, ujar Sumarjono, adalah dengan mengimplementasikan tata cara dan praktek kerja yang baik dan memenuhi aspek K3 yang berlaku secara global dan dengan sesuai kondisi lokal perkebunan sawit di Indonesia.