Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyepakati kerjasama pengembangan perkebunan dan industri sawit berkelanjutan. IPB berencana mendirikan Pusat Studi Kelapa Sawit sebagai bentuk dukungan kepada industri sawit.
“Saya kagum dengan Pak Rektor yang sangat fasih berbicara sawit. Ini sangat luar biasa. Harapan kami bahwa IPB dapat menjadi host dari berbagai riset sawit yang dikembangkan penelitinya,” ujar Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI.
Hal ini diungkapkan Joko Supriyono dalam pertemuan dengan Rektor IPB, Dr. Arif Satria di kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman antara GAPKI dan IPB, pada 10 September 2019. Pertemuan tersebut dihadiri Kanya Lakshmi (Sekjen GAPKI), Mukti Sardjono (Direktur Eksekutif GAPKI), Bandung Sahari, dan Manumpak Manurung (Pengurus GAPKI). Dari pihak IPB, hadir pula Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. (Dekan Fakultas Pertanian IPB), Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr (Dosen IPB).
Joko Supriyono mengatakan sangat senang dengan pertemuan pertama dengan Rektor IPB. Sebelumnya, seringkali berjumpa dengan kalangan akademisi IPB terkait riset sawit.“Pertemuan ini momen sangat dinantikan karena IPB teman semua. Salah satunya saat bertemu Pak Basuki (red-Dr.Basuki Sumawinata) pada 2011. Kala itu, saya malahan dikenalkan Pak Basuki oleh Dr. Lullie Melling, pakar gambut dari Malaysia,” ujarnya.
Ada sejumlah studi yang telah dikerjasamakan antara GAPKI dengan akademisi IPB seperti studi deforestasi, pungutan ekspor, nutrisi sawit, dan gambut. “Studi deforestasi ini contohnya akan menjadi bukti sawit bukan penyebab deforestasi. Tapi harus naik di jurnal internasional. Termasuk dengan gambut juga. Dampak sudah dirasakan imej internasional terhadap gambut mulai berubah,” paparnya.
“Kalau sebelumnya, kerjasama dilakukan dengan akademisi ataupun antar lembaga sivitas IPB. Dengan kerjasama di tingkat universitas ini diharapkan mampu berikan dampak luas. Momentum kerjasama ini sangatlah bagus bagi industri,” ujarnya.
Dr. Arif Satria memaparkan bahwa IPB mempunyai banyak inovasi dan saya kumpulkan ahli teknologi sawit dari hulu sampai hilir. Agar teknologi di kampus ini dapat diaplikasikan di lapangan. Disinilah, perlunya kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk dengan GAPKI untuk membangun kekuatan riset dan penelitian.
“Kerjasama ini menjadi penting untuk menghadapi isu sawit di tingkat nasional dan internasional. Begitupula mengoptimalkan penggunaan teknologi. Dalam pandangan saya, IPB memiliki kompetensi di bidang tersebut terutama dari sisi on farm (hulu) selanjutnya Best Management Practices sampai kepada processing (pengolahan),” ujar Arif Satria.
Arif Satria menjelaskan bahwa teknologi sudah berkembang sedemikian maju yang menjadi perhatian peneliti IPB termasuk mahasiswa S-1 yang tertarik untuk meneliti kelapa sawit. Teknologi menjadi penting dalam peningkatan produksi seperti aplikasi pupuk yang cermat. Saat ini, IPB sedang mengembangkan sistem pemupukan bernama Precipalm. Teknologi ini memberikan rekomendasi pemupukan NPK pada tanaman kelapa sawit lewat citra daun. Dengan pemodelan matematis yang memanfaatkan band warna pada citra satelit, industri sawit dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah dan tanaman. Dampak positifnya, biaya pemupukan dapat dihemat antara 10%-15%.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 95)