PT Perkebunan Nusantara V (Persero) atau dikenal PT PN V menjadi perusahaan perkebunan negara pertama yang menerima sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Keberhasilan ini tidak terlepas dari kesadaran perusahaan terhadap praktek budidaya sawit berkelanjutan yang berjalan semenjak lama.
Dalam dua tahun mendatang, perusahaan menargetkan 11 kebun sawitnya untuk mengikuti proses sertifikasi ISPO. Tak hanya itu, proyek pembangkit listrik berbasis limbah sawit telah berjalan menjadi bukti kepedulian perusahaan kepada lingkungan.
Tim redaksi Majalah SAWIT INDONESIA yang diwakili Qayuum Amri, Yasin Permana, dan Iman Saputra berjumpa dengan Fauzi Yusuf, Direktur Utama PT PN V sehari sebelum Rapat Pemegang Umum Saham (RUPS) digelar di Jakarta pada pertengahan April kemarin. Lebih dari satu jam, kami mendiskusikan berbagai hal terkait industri sawit, sebagaimana terangkum di bawah ini:
Sebagai orang perkebunan yang telah lama bergerak di industri sawit. Semestinya bagaimana memposisikan pertumbuhan industri ini ?
Industri ini sebaiknya tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan yang itu akan berakibat kepada membunuh dirinya sendiri. Pertumbuhan industri ini kalau terlalu dimaksimalkan tidaklah bagus karena akan melewati titik optimumnya. Di satu sisi, industri kelapa sawit ini sangatlah cocok bagi alam dan kultur masyarakat Indonesia.
Regulasi yang mengatur standar dan kriteria perkebunan sawit di dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sudah tepat. Istilahnya itu, kalau pelaku kelapa sawit cinta Indonesia maka aturan ini harus diterapkan. Praktek budidaya sawit yang berkelanjutan itu harus menjaga alam tetap lestari. Hal ini dapat dimulai di kebun lewat menanam pohon untuk membuat situasi asri. Selain itu, perusahaan tidak perlu menggunakan seluruh aset lahan yang dimilikinya untuk dijadikan perkebunan tetapi ada lahan yang dialokasikan sebagai areal konservasi.
Bagaimana komitmen PT PN V untuk menjalankan praktek budidaya sawit yang berkelanjutan?
Pekerja kami telah menerapkan Best Management Practices (BMP) di perkebunan kelapa sawit. Sebagai contoh, pada lahan yang kontur tanahnya miring dan rawan erosi berbeda perlakuannya dengan lahan yang rata. Untuk lahan miring, adanya perlakuan khusus ini ditujukan untuk mengoptimalkan kegiatan pemupukan serta mencegah erosi. Kami membuat kantung air semacam kolam penampungan untuk mencegah air langsung turun ke bawah. Karena sawit butuh air yang banyak, mengalir ke bawah langsung diperkirakan terjadi defisit air di lahan tersebut bila kemarau. Jika dipertahankan dalam jangka waktu panjang, maka ketersediaan air dapat terjaga. Tindakan seperti ini sudah dilakukan semenjak dari dulu.
Untuk daerah aliran sungai, kami menjaganya pula dengan memelihara tanaman di sepanjang daerah tersebut. Jika ada tanaman sawit, perlu ditambahkan dengan tanaman lain untuk melindungi sumber air.
Praktek budidaya sawit berkelanjutan memberikan banyak keuntungan kepada perusahaan antara lain menunjukkankomitmen perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan bisnis perkebunan. Ini merupakan pembuktikan bahwasannya perusahaan berwawasan lingkungan sehingga imej positif kepada perusahaan akan meningkat.
Apakah tidak ada kesulitan dalam menjalankan audit sertifikasi ISPO?
Awalnya, teman-teman Karyawan memang belum mengenal kriteria ISPO kendati impelementasi BMP sudah dijalankan dengan benar. Oleh karena itu, Karyawan diberikan training ISPO supaya prinsip dan kriteria dapat dipahami. Jadi, kami tinggal menyempurnakan saja praktek budidaya sawit yang selama ini telah dijalankan dengan sedikit perubahan.
Dalam pandangan saya, ISPO yang bersifat mandatori ini menggunakan kriteria yang konsisten dan sangat berbeda sekali dengan RSPO. Kalau di RSPO, terdapat kepentingan politik dagang di dalamnya yang mempengaruhi penentuan kriteria bagi industri kelapa sawit. Selain itu juga,munculnya kriteria baru membebani produsen sawit. Itu sebabnya, GAPKI keluar karena tidak mau dipermainkan negara lain.
Pernahkah Kementerian BUMN memberikan instruksi khusus kepada perusahaan untuk mendapatkan sertifikat ISPO?
Jadi begini, masalah perkelapasawitan ini merupakan domain dari korporasi sehingga Kementerian BUMN sebagai pemegang saham sangat mendorong langkah yang kami ambil. Maka dari itu, kami diminta harus punya target dan waktu pencapaian sertifikat ISPO ini.
Sertifikat ISPO yang diberikan kepada PT PN V untuk kebun Tandun di Riau dengan luas mencapai 7.919 hektare dan satu unit pabrik kelapa sawit berkapasitas 40 ton TBS per jam. Proses sertifikasi ini akan terus berlanjut di tahun ini yang direncanakan kepada lima kebun dan dua unit pabrik kelapa sawit. Terdiri dari, Strategic Business Unit (SBU) Tandun yang merupakan empat empat Kebun dan satu PKS. Kemudian, terdapat SBU Sei Galuh yaitu satu kebun dan satu PKS.
Pada 2014, kami rencanakan proses sertifikasi kepada enam kebun dan lima unit pabrik kelapa sawit. Antara lain, SBU Lubuk Dalam terdiri dari dua kebun dan dua unit PKS. SBU Sei Rokan terdiri dari empat kebun dan tiga PKS
Penjualan CPO perusahaan ditujukan kepada pasar ekspor pula?
Sebagian besar CPO produksi PT PN V dijual ke pasar dalam negeri. Kalaupun dijual ekspor, biasanya dilakukan oleh pembeli CPO kami. Dalam menjual,harga terbaik menjadi prioritas. Kenapa kami pilih jual lokal karena perusahaan memerlukan perputaran uang yang cepat. Gambarannya, cashflow keuangan perusahaan itu hampir 60% dipakai untuk membeli TBS petani. Jadi, ibaratnya itu perusahaan beli TBS petani hari ini, lalu kami bayar hari itu juga. Setelah itu diolah di pabrik untuk selanjutnya kami jual. Uang hasil penjualan CPO baru diperoleh dua minggu atau sebulan kemudian. Sedangkan, pembayaran ekspor itu perlu waktu sampai dua bulan.
Tahun lalu, berapa produksi CPO PT PN V?
Sampai 2012, produksi CPO PT Perkebunan Nusantara V (Persero) lebih dari 500 ribu ton yang 60% diantaranya dipasok dari TBS petani. Sisanya, sekitar 40% berasal dari kebun perusahaan sendiri. Dari tahun 2011 sampai awal 2012, harga itu cukup bagus yang kemudian mulai turun di akhir tahun. Bahkan, beberapa perusahaan CPO sulit menjual CPO sehingga harus menghentikan produksi. Untungnya, produksi CPO kami tetap jalan walaupun mesti disimpan di tangki perusahaan.
Sampai tiga bulan pertama tahun ini, harga CPO di kisaran Rp 6.800 per kg. Angka ini lebih rendah dari harga CPO periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 7.000-Rp 8.000 per kg. Tentu saja, hal ini mempengaruhi pajak yang diberikan kepada negara yaitu PPN sebesar 10% dari harga jual. Jadi, kalau harga jual CPO kami sebesar Rp 6.800 per kilogram maka PPN sebesar Rp 680 per kilogram pada tahun ini. Nilai ini lebih rendah dari tahun kemarin yang dapat mencapai Rp 700-Rp 800 per kg dengan harga jual CPO berkisar Rp 7.000-Rp 8.000 per kilogram. Harus diakui, semua akan enjoy kalau harga CPO bagus.
Di tahun ini, apa saja rencana bisnis yang akan dijalankan PT PN V?
Kami berencana menambah lahan karena tahun lalu proses akuisisi lahan seluas 8 ribu hektare gagal dilakukan. Setelah melewati proses due diligence, ternyata tidak clear dan clean, kami putuskan tidak jadi melakukan akusisi. Padahal, Bank BNI siap menjadi penyandang dana. Sekarang, PT PN V bekerjasama dengan PT PN XIII untuk membeli lahan greenfield seluas 7 ribu hektare di Kalimantan Barat. Untuk Meminimalisir resiko, dilakukan survei pendahuluan untuk mendapatkan lahan yang clean and clear. Kegiatan survei ini dilakukan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) setempat.
Selain itu, penjajakan kerjasama sedang dilakukan perusahaan bersama Alfamart dalam pemasaran minyak goreng bermerek. Dalam kerjasama ini, rencana nantinya PT PN V menjadi pemasok minyak goreng dan Alfamart bertugas memasarkan. Kerjasama ini sangat menguntungkan karena Alfamart dapat kepastian bahan baku sedangkan PT PN V mengharapkan pasar yang jelas. Nantinya, pasokan minyak goreng dapat kami hasilkan dari CPO yang dititip olahkan kepada pabrik minyak goreng di sekitar wilayah Riau.
PT PN V sedang mengembangkan proyek pembangkit listrik dari limbah sawit. Seperti apa rencana proyek ini?
Pembangkit listrik biogas Tandun telah diresmikan 30 Januari 2012 yang berkapasitas 1.025 KW. Power listrik digunakan untuk Pabrik PKO, dan jika terdapat kelebihan produksi listrik, akan disalurkan ke PLN.
Dari hasil evaluasi kami pada 2012, penghematan ratio biaya listrik per kg inti sawit yang diolah di pabrik PKO sebesar 24%, atau setara dengan penghematan biaya listrik Rp 2,67 miliar.Perusahaan menargetkan membangun Biogas Power Plan di 11 PKS lainnya.
Apakah rencana IPO PT PN V jadi dilakukan pada tahun ini?
IPO tidak jadi dilaksanakan tahun 2013 akibat situasi bisnis, terutama harga jual komoditi kelapa sawit di pasar belum mendukung. Perubahan ini telah disepakati oleh pemegang saham, sebagai ganti IPO perusahaan akan menerbitkan obligasi. Dana obligasi ini akan digunakan untuk investasi. Karena tahun ini, total investasi yang direncanakan adalah Rp1.768.908 Juta, terdiri dari (dalam juta Rp) Investasi Tanaman 1.011.391, Investasi Non Tanaman 572.155, Bibitan 35.075, dan Penyertaan 150.287. Sebagian besar investasi bidang tanaman akan digunakan untuk peremajaan tanaman terdiri dari tanaman ulang(TU) seluas 4.159 hektare, TBM I seluas 4.505 Ha, TBM II seluas 6.701 Ha, dan TBM III seluas4.223 Ha. Total biaya peremajaan tanaman 2013 adalah Rp 59 juta per hektare(total biaya TU hingga menyelesaikan TBM III).